Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Peluncuran Buku Jadi Pandu Ibuku, Ceritakan Sejarah Gudep Bandung 19 Dan Bandung 20

Jumat, 23 Februari 2018 | 14:43 WIB Last Updated 2018-02-26T04:12:36Z
BANDUNG, faktabandungraya.com,-Gugus Depan Kota Bandung 07019 dan 07020 sekarang berusia 56 dan 28 tahun. Sampai saat ini, kedua pangkalan ini masih aktif menyelenggarakan latihan pramuka setiap akhir pekan.

Berbeda dengan kebanyakan Gudep Gerakan Pramuka yang ada di Kota Bandung, Gugus Depan Kota Bandung 07019 (Bandung 19) dan Gugus Depan Bandung 07020 (Bandung 20) beranggotakan pelajar, remaja, dan pemuda dari beragam sekolah. Sistem keanggotaan yang terbuka bagi siapa saja ini berjalan sejak 56 tahun lalu dan bertahan hingga saat ini.

Karena tidak ada kewajiban dari sekolah, maka mereka yang bergabung dalam organisasi ini masih tetap bersemangat untuk berbagi dan bermain bersama.

Demikian sekilas benang merah yang bisa ditarik dari buku bertajuk “Jadi Pandu Ibuku” yang akan diluncurkan pada Sabtu, 24 Februari 2018 ini.

Ketua Gugus Depan Kota Bandung 07019, Kak Luke Hilman Bachrum mengatakan, buku yang tebalnya mencapai 386 halaman itu memuat sejarah terbentuknya pangkalan Pramuka Bandung 19 dan Bandung 20. Nomor ganjil untuk Putra dan Nomor genap untuk Putri. “Harusnya buku ini terbit pada ulang tahun ke 50 tahun Bandung 19 tapi tim masih menggali sumber sejarah hingga ke akar gerakan kepanduan,” kata Luke, (23/2/2018)

Adalah Robert Baden Powell, seorang Mayor Jenderal  Kavaleri tentara Kerajaan Inggris yang menggagas ide Boy Scout yang tak diduga menjadi populer ke seantero dunia. Dia memulainya dari sebuah perkemahan bersama 21 Tentara Muda Kerajaan Inggris di Pulau Brownsea- Inggris pada tahun 1907 silam. Pada Perkemahan tersebut diajarkan cara-cara  berkemah yang baik dan benar, observasi, materi dasar survival, etika, hingga patriotisme. Ternyata banyak anak-anak, remaja dan pemuda yang tertarik dan kemudian bergabung ke gerakan organisasi ini.

Tidak perlu waktu lama, gerakan ini menjadi populer di negara-negara Eropa. Gerakan organisasi ini kemudian dibawa ke Indonesia oleh orang-orang Belanda. Hasilnya sama, banyak yang tertarik dan mau bergabung. Semangat ini juga yang membuat beberapa pendiri Bandung 19 mengembangkannya di Kota Bandung.

“Dulu saya gabung di Kepanduan Pius XI sebagai Welp pada tahun 1957 lokasi latihan di pabrik roti Valkenet, sekarang jadi hotel di Jalan Malabar. Dua tahun kemudian baru pindah ke Kepanduan Martin de Porres di lapangan St.Aloysius,” kata Luke yang waktu itu masih belajar di SD Santo Yusuf II, jalan Jawa, Bandung.

Pada tahun 1961, Presiden ke-1 Indonesia, Soekarno melebur berbagai gerakan kepanduan yang sudah marak di Indonesia itu ke dalam satu wadah, yaitu Gerakan Praja Muda Karana yang artinya gerakan Rakyat Muda yang suka Berkarya selanjutnya disebut Gerakan  Pramuka.

Perubahan itu juga terasa di Bandung. Penamaan Bandung 19 tidak lepas dari proses pendaftaran pangkalan eks pandu di Kota Bandung yang mendapat urutan no 19. Meski sudah berganti nama, latihan yang mereka lakukan di bawah arahan para pembinanya masih tetap sama. Menyenangkan dan penuh keceriaan.

“Saya kira Pramuka masih relevan bagi anak-anak jaman sekarang. Lebih mengasyikan dari pada bermain biasa. Minimal berkomunikasi di alam nyata dan main di alam terbuka,” kata Luke sembari menambahkan lahirnya Bandung 20 terkait aturan yang mengharuskan gugus depan putra dan putri di satu pangkalan menggunakan nomor berurutan.

Perjalanan panjang Bandung 19 dan Bandung 20 dalam melatih para Peserta Didik nya dengan berbagai kreatifitas dan tantangannya itu pula yang termuat dalam buku sejarah ini.

Dilandasi semangat ingin berbagi, para Pandu Adi atau Old Boys Bandung 19 dan Bandung 20 akhirnya meluncurkan buku “Jadi Pandu Ibuku” di Aula Bengkel Pemeliharaan Komando Daerah Militer III Siliwangi, Jalan Gudang Utara 27, Bandung, Sabtu, 24 Februari 2018 ini. (suryadi/rls)
×
Berita Terbaru Update