![]() |
Komisi III DPRD Kota Bandung menerima audiensi dari Forum Komunikasi Disabilitas Jabat, di Ruang Rapat Komisi III, (Foto; humpro). |
Kedatangan mereka disambut hangat
Ketua Komisi III DPRD Kota Bandung, Agus Hermawan, S.A.P., Wakil Ketua H. Agus
Andi Setyawan, S.Pd.I, serta para Anggota Komisi III DPRD Kota Bandung, H.
Andri Rusmana, S.Pd.I., H. Sutaya, S.H., M.H., Aan Andi Purnama, S.E.,
M.M.Inov., Yoel Yosaphat, ST., dan AA Abdul Rozak, S.Pd.I., M.Ag;
Warga disabilitas ini berharap ada
dorongan dari Komisi III DPRD Kota Bandung kepada Pemerintah Kota Bandung yang
sedang mencoba membenahi sistem transportasi publik. Mereka ingin dilibatkan
supaya usulan dan rekomendasi bagi sistem transportasi publik bisa mendukung
kemudahan aksesibilitas warga difabel.
“Kami mendengar Kota Bandung akan ada
layanan BRT (bus rapid transit). Tetapi teman-teman disabilitas terutama
pengguna kursi roda masih harus dibantu karena kemandiriannya belum dapat.
Maksudnya inklusi itu kan harus mandiri. Naik-turun tanpa dibantu. Di Jakarta
ada bus low-deck. Platform naik sejajar dengan deck bus. Sudah sangat cukup.
Teman-teman disabilitas penglihatan juga minta audio pengarah di dalam layanan
transportasi publik,” tutur Corfied, dari Disabilitas Tanpa Batas.
Forum Komunikasi Disabilitas Jawa
Barat ini juga ingin DPRD melecut Pemerintah Kota Bandung untuk
mengimplementasikan serius jargon-jargon yang mengusung istilah “inklusi”.
Sebab, selama ini mereka merasa sarana dan fasilitas layanan publik masih belum
memenuhi unsur inklusifitas, terutama di ranah transportasi publik. Mereka
hanya berharap infrastruktur yang dibangun bisa mengakomodir kebutuhan warga
difabel agar mereka bisa mandiri beraktifitas tanpa perlu bergantung pada
pendamping atau orang lain yang membantu mengakses layanan publik.
Ustaz Muhammad Isa, dari Yayasan
Mihrab Quran mengungkapkan bahwa kehidupan sehari-hari teman disabilitas
sungguh berat. Bagi pengguna kursi roda seperti Muhammad Isa, aksesibilitas
layanan publik masih harus ditopang bantuan pendamping. Soal transportasi untuk
berpindah tujuan menjadi persoalan berat bagi mereka.
“Kebutuhan difabel itu berat.
Harapannya ada diskon karena biasanya kami ada pendamping. Mudah-mudahan ada
potongan, biar yang disabilitas yang bayar. Ke mana-mana kami ongkosnya harus
sepaket dengan pendamping karena ke mana-mana harus didampingi, dibantu. Tetapi
kalau (layanan publik) sudah bisa diakses disabilitas, tentu bisa diakses oleh
masyarakat lain,” ujarnya.
Aden, dari BILIC berharap perancangan
sistem transportasi publik di Kota Bandung bisa melibatkan teman-teman
disabilitas sehingga pemanfaatannya nanti bisa sesuai kebutuhan. Termasuk akses
menuju trotoar dan halte bus yang nanti akan dibangun, tidak mengulangi
kesalahan di masa lalu. Ramp atau jalur akses bagi pengguna kursi roda tidak
boleh melebihi kemiringan tujuh derajat supaya mereka bisa mudah mengakses tanpa
perlu dibantu orang lain.
“Di tahun 1995 saya jalan-jalan 12
kilometer di Australia merasa nyaman bersama teman disabilitas pengguna kursi
roda. Untuk semua masyarakat nyaman, infrastruktur penunjang disabilitas juga
nyaman. Kami semua ingin mandiri, tanpa bantuan kursi roda kami
didorong-dorong,” ujarnya.
Dukungan
Dewan
Anggota Komisi III Agus Andi Setyawan
menuturkan, aspirasi dari warga disabilitas ini sebetulnya sudah tertuang di
dalam visi Bandung UTAMA. Makna Terbuka dalam jargon pasangan kepala daerah
Muhammad Farhan dan H. Erwin itu tentu wajib memasukkan kebijakan-kebijakan
yang inklusif.
“Ini menjadi pembahasan yang menyita
perhatian kita di Komisi III. Tentunya ini sesuatu yang sangat penting. Saya
harap kebijakan juga harus berpihak kepada kaum rentan.
Kota Bandung harus mengakomodir
masalah ini. Apalagi kita jargonnya Bandung Utama. Kami akan mendorong Dishub,
Pemkot, harus mengakomodir teman-teman disabilitas di Bandung kota terbuka
ini,” katanya.
Anggota Komisi III Yoel Yosaphat
mengatakan, peningkatan kualitas infrastruktur yang dibutuhkan teman-teman
disabilitas bukan hanya bus, tetapi mencakup trotoar, akses gedung, dan lain
sebagainya. Dalam menghadapi rencana BRT dan Angkot Pintar yang digagas Pemkot
Bandung sekarang, rekomendasi dari teman disabilitas ini harus menjadi catatan
ke depan.
“Andaikata kondisi eksisting tidak
dibenahi, harus ada jaminan layanan ke depan bisa lebih baik. Jangan sampai BRT
dan Angkot Pintar sia-sia. BRT juga harus memenuhi infrastruktur pendukungnya
seperti akses trotoar, ramp, dan halte. Coba bayangkan, berapa sih
kejadian-kejadian kecelakaan yang sudah dialami teman-teman disabilitas selama
ini? Berapa peristiwa tak nyaman yang dialami sehari-hari? Sudah saatnya kita
berbenah,” ujarnya.
Anggota Komisi III Andri Rusmana
menyatakan, warga difabel dan nondifabel harus mendapatkan hak yang sama
berkenaan dengan kenyamanan layanan. Semua harus bisa merasakan fasilitas yang
sama. Begitu pun aksesibilitas di Kota Bandung yang sering menjadi catatan.
“Ini menjadi tugas Dishub, DPU. Belum optimalnya sarana dan prasarana, akses,
informasi visual, audio, di layanan BRT tentu harus dibenahi. Butuh kajian
untuk memenuhi kebutuhan penumpang difabel. Perlakuannya kan tidak bisa
disamakan. Penyusunan roadmap inklusifitas transportasi publik harus melibatkan
teman disablitas. Program ini harus dievaluasi secara periodik,” katanya.
Anggota Komisi III H. Sutaya
menuturkan, Komisi III telah menangkap keinginan Forum Komunikasi Disabilitas.
“Hasil pertemuan ini, kami selaku Anggota DPRD memohon maaf karena layanan
publik belum optimal. Tetapi di Komisi III kami akan terus memperjuangkan
aspirasi ini. Kami akan terus mengawal karena ini fungsi tugas kami,” ujarnya.
Anggota Komisi III AA Abdul Rozak
menegaskan bahwa mereka akan selalu hadir dan mendampingi teman-teman
disabilitas dan mendorong semua harapan diakomodir Dinas Perhubungan Kota
Bandung.
Anggota Komisi III Aan Andi Purnama
menambahkan, fokus perhatian dewan bagi teman disabilitas tidak hanya di isu
transportasi saja. Mereka akan memperjuangkan komponen pembangunan kota yang
dibutuhkan teman disabilitas.
“Termasuk regulasi. Saya sering
mengkritik dinas pekerjaan umum yang membuat trotoar tidak ramah buat
disabilitas. Jangan khawatir. Kami di Komisi III sudah wajibnya membela warga
disabilitas. Artinya teman-teman disabilitas ini menjadi prioritas di agenda
audiensi Komisi III,” ujarnya.
Menutup audiensi, Ketua Komisi III
Agus Hermawan meminta kepada Dinas Perhubungan Kota Bandung serta OPD lainnya
untuk menerapkan rancangan sarana dan fasilitas publik yang inklusif secara
serius. “Tolong diperjuangkan karena kita tidak membedakan warga, karena
seluruh warga punya hak yang sama,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala BLUD
Angkutan Dishub Kota Bandung Yudhiana mengatakan, untuk saat ini fasilitas yang
ada masih memanfaatkan armada Trans Pasundan yang telah berjalan. Diharapkan
saat BRT nanti beroperasi seluruh fasilitas yang menunjang kebutuhan dan
kemudahan warga disabilitas bisa terpenuhi.
“Sesuai dengan regulasi, permintaan
kelompok disabilitas ini masuk spesifikasi yang diwajibkan. BRT nantinya
memfasilitasi disabilitas pengguna kursi roda, audio announcer, sampai running
text. Diharapkan semua kebutuhan disabilitas akan terfasiitasi. Termasuk di
shelter atau halte,” katanya. (Editor/red).