![]() |
Pansus 9 DPRD Kota Bandung gelar FGD Raperda Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat, di Hotel Mutiara Bandung, (Foto: humpro). |
Hadir Ketua Pansus 9 DPRD Kota Bandung
Elton Agus Marjan, S.E., Wakil Ketua Erick Darmadjaya, BSc., M.KP., serta para
Anggota Siti Marfuah, S.S., S.Pd., M.Pd., Angelica Justicia Majid, Nunung
Nurasiah, S.Pd., H. Rizal Khairul, SIP., M.Si., Dr. Uung Tanuwidjaja, S.E.,
M.M., Aswan Asep Wawan, dan Muhamad Syahlevi Erwin Apandi.
FGD dari Raperda yang diusulkan
Kesbangpol Kota Bandung ini sudah menghadirkan sejumlah forum dan perwakilan
dari tokoh agama, budaya, pemuda, media, dan kali ini mengundang akademisi. FGD
kelima ini mengundang akademisi yakni Dr. Berna S. Ermaya, S.H., M.H., dan Budi
Setiawan Garda Pandawa, S.Li., M.H., M.Sn., sebagai narasumber.
Ketua Pansus 9, Elton Agus Marjan
mengatakan, Raperda ini sudah melaksanakan empat FGD dan sudah mengalami
beberapa kali perubahan. Awalnya berjudul Penyelenggaraan Keberagaman Kehidupan
Bermasyarakat Kota Bandung. Setelah beberapa kali pertemuan, muncullah sejumlah
usulan sehingga menjadi Raperda Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan
Bermasyarakat.
“Mudah-mudahan Kota Bandung memiliki
payung hukum yang menjadi pedoman kehidupan bermasyarakat. Raperda ini tidak
mencakup tata cara beragama, tetapi mengatur hubungan antarumat beragama.
Harapannya di FGD kelima ini mudah-mudahan seluruh elemen Pansus mendapatkan
masukan yang lebih berharga untuk melengkapi Raperda sebelum disahkan,”
ujarnya.
Anggota Pansus 9, Rizal Khairul
menuturkan, Pansus menampung apa yang menjadi permasalahan yang akan dituangkan
ke Raperda yang tengah disusun. Pansus ingin menciptakan Raperda ini menjadi
berkualitas. Namun yang harus dicermati, Raperda ini tidak mengatur terkait
perizinan berkenaan dengan peribadatan.
“Raperda ini tidak mengatur tentang
perizinan. Raperda ini bisa menjadi tambahan regulasi karena peraturan yang
berkaitan perizinan sudah ada. Raperda ini mungkin akan menjadi bagian regulasi
untuk peraturan wali kota. Sehingga dalam pelaksanaan ini akan bermanfaat bagi
masyarakat,” tuturnya.
Anggota Pansus 9 lainnya, Aswan Asep
Wawan mempertimbangkan memasukkan usulan dari Budi Setiawan terkait terminologi
tokoh adat dengan tokoh etnis. “Mang Budi tadi mengusulkan pula untuk
memasukkan tokoh adat dan tokoh etnis. Ini tentu menjadi masukan sekaligus
pencerahan bagi kami di Pansus,” ujarnya.
Anggota Pansus 9, Muhammad Syahlevi
mencermati masukan terkait Bab 10 tentang sanksi untuk penanganan konflik yang
harus disempurnakan di dalam pembahasan Raperda ini.
Anggota Pansus 9 lainnya, Uung
Tanuwidjaja menuturkan, pasal yang menyebut penyelesaian perselisihan akan
diproses di pengadilan harus diikuti dengan pencantuman sanksi yang diperinci
secara tertulis di dalam Raperda. “Harus ada pasal sanksi untuk pelanggar.
Apalagi bila terjadi perusakan, intimidasi, kekerasan,” ujarnya.
Anggota Pansus 9, Siti Marfuah
mengatakan, dalam proses pembuatan Raperda ini sangat dibutuhkan kolaborasi dan
masukan dari seluruh pihak. Elemen pentahelix akan menciptakan Raperda yang
berkualitas dan memberikan kebaikan bagi masyarakat Kota Bandung.
“Bisa jadi ada hal yang perlu
disempurnakan lagi hingga FGD kelima ini. Bagaimana Raperda ini harapannya
tidak hanya kuat di atas kertas tetapi dalam pelaksanaannya melahirkan
toleransi yang luar biasa dan menghadirkan harmonisasi di antara masyarakat
Kota Bandung,” katanya.
Wakil Ketua Pansus 9, Erick Darmadjaya
menuturkan, dalam pembahasan secara marathon ini Pansus akan mengikuti yang
sudah ada, dan melengkapi bila ada yang kurang. Ia menyepakati bila sanksi
perlu tertulis, administrasi, dan dikaitkan dengan pidana.
“Jangan lupa juga, diperlukan simbol
keberagaman. Selain simbol nasionalisme yaitu Pancasila,” ujarnya.
Plt. Kepala Badan Kesbangpol Kota
Bandung Sony Teguh mengatakan, Raperda ini menegaskan bahwa menjaga keberagaman
bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga seluruh elemen masyarakat.
“Raperda ini disusun dengan tujuan
agar peran serta masyarakat dijamin melalui hak-haknya dan berkewajiban untuk
menjaga sikap tolerasi, menghormati hak sesama, dan melaporkan apabila terjadi
hal diskriminatif dan intoleran. FGD ini melibatkan berbagai elemen, ini
merupakan upaya kita bersama,” tuturnya.
Ia menambahkan, keberadaan Raperda ini
merupakan bentuk kehadiran negara di tengah masyarakat untuk menjamin seluruh
warga Kota Bandung supaya bisa hidup aman, nyaman, dan tidak diskriminatif,
serta dapat menjalankan keyakinannya tanpa rasa takut.
“Kami sangat berterima kasih kepada
Pansus 9 DPRD dan hadirin yang terhormat, yang telah berperan dalam mewujudkan
Raperda ini. Saya berharap dengan acara ini akan muncul sinergitas nyata dari
berbagai elemen dalam membangun Kota Bandung yang sejahtera, inklusif, dan
berkeadilan, sehingga tidak ada warga yang merasa terpinggirkan,” kata Sony. (Editor/red).