Syukuran kantor PWI Pusat di jln Rasuna Said Jakarta |
Bersarkan sejarah, kantor Sie
Film, Musik dan Kebudayaan dahulu merupakan ruang kantor yang paling ramai di
lingkungan gedung perfilman, baik karena untuk urusan pemberitaan, pergaulan
maupun topik-topik hangat nasional.
Demikian dikemukan ketua Dewan Penasehat PWI Pusat, Ilham Bintang, dalam
acara syukuran menemati kantor baru sementara PWI Pusat, di Jakarta, Senin, (28/10/2024).
Menurut Ilham Bintang, perpindahan kantor Pengurus PWI Pusat ke kantor
Sie Film, Musik dan Kebudayaan,
meneguhkan kedekatan, keterbukaan dan profesionalitas kembali PWI Pusat. Hal
ini lantaran dahulu ruangan kantor ini bukan sekedar tempat beroragnisasi
wartawan saja, tetapi juga sekaligus tempat mangkal insan film, silebritas dan
politikus.
“Dengan demikian perpindahan sementara ini dapat dimaknai, PWI kembali
kepada ‘Khittah’ PWI yang sebenarnya,” kata Ilham.
Acara syukuran itu dihadiri oleh seluruh unsur Pengurus PWI Pusat.
Sekretaris Jenderal Wina Armada Sukardi
mewakili unsur pengurus harian. Kemudian Bandjar Chaerudin datang mewakili unsur Dewan Kehormatan. Adapun Ilham
Bintang datang mewakili unsur Dewan Penasehat.
Marah Sakti Siregar mewakili unsur pendidikan.
Acara diawali dengan pemotongan tumpeng oleh Sekjen Wina Armada
Sukardi yang memberikannya kepada
Bandjar Chaerudi sebagai anggota Dewan Kehormatan.
Pemberian ini merupakan simbol pengurus harian menghormati keberadaan
dan segala keputusan Dewan Kehormatan. Diikuti oleh pemotongan tumpeng oleh
Ilham Bintang diberikan kepada Arya Gunawan yang baru purna tugas sebagai
wartawan di Eropa.
Wina menegaskan, sejak Kongres Luar Biasa (KLB), Pengurus PWI telah
memiliki banyak kegiatan, baik eksternal maupun internal. Kesibukan ini membuat
PWI memerlukan tempat untuk bekerja,
sekaligus yang memiliki ikatan sejarah dengan eksistensi PWI.
Ia juga menjelaskan, Pengurus PWI Pusat masih tetap mengakui Dewan Pers
sebagai induk dari organisasi pers.
“Apapun keputusan dan ketetapan Dewan Pers, kami tunduk dan patuh kepada
Dewan Pers,” tegas Wina.
Itulah sebabnya, tambah perancang sebagian besar peraturan Dewan Pers
ini, ketika Dewan Pers memutuskan karena ada sengketa internal PWI, dan
menimbulkan dualisme, lalu Dewan Pers memutuskan tak ada pengurus PWI yang boleh berkantor di lantai 4 Gedung Dewan
Pers, kantor lama PWI Pusat.
Wina mengungkapkan juga pengurus PWI di bawah ketua unum Zulmansyah
Sekedang patuh dan mencari tempat lain. “Darisinilah dipakailah kantor Sie Film, Musik dan Kebudayaan
ini,” ungkap Wina.
Lebih lanjut Wina menegaskan, Pengurus PWI Pusat tetap mengakui
sekaligus berorientasi kepada Standar Konpetensi Wartawan (SKW) yang dibuat dan
diawasi oleh Dewan Pers.
“Kami tidak ke BNSP atau Badan Nasional Standar Profesi,” tambah Wina.
Alasannya, hanya SKW yang berada di Dewan Pers saja yang dilindungi okeh UU
Pers. “Sedangkan yang di luar UU Pers tidak memperoleh perlindungan kemerdekaan
pers,” tutur Wina.
PWI saat ini tengah dilanda dualisme kepengurusan. Hal ini berawal dari
kasus pemalsuan cash back dari bantuan Presiden. Dari kasus ini muncul dua
istilah pengurusan: PWI Etika yang berkantor di Jalan Rasuna Said dan PWI Cash
Back yang berada di bawah pimpinan Hendry Ch Bangun yang pada hari Senin,
28/10, sedang diperiksa di Polda Metro Jaya, setelah dua kali mangkir.
Ketua umum PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang menegaskan, mulai minggu ini
pengurus PWI sudah mulai beraktivitas
dari kantor lantai 4, Jalan Rasuna Said, Kuningan. Tempat ini merupakan area
segitiga emas yang bergengsi di Jakarta. “Tidak ada kegiatan PWI yang berhenti.
Semuanya berjalan sesuai rencana,” katanya.(*/red).