Sekda kota Bandung Ema Sumarna saat rapat dgn pihak BPJS Ketenagakerjaan (foto:humas). |
BANDUNG, Faktabandungraya.com,-- Untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan para pekerja non-ASN di tataran perangkat daerah, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung merencanakan penganggaran program BPJS Ketenagakerjaan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2023 mendatang.
Meski perlu pembahasan lebih dalam,
rencana ini diharapkan bisa sesuai dengan Peraturan Wali (Perwal) Kota Bandung
nomor 33 tahun 2020.
Dalam rapat koordinasi bersama BPJS
Ketenagakerjaan Bandung Cabang Suci pada Kamis, 21 April 2022, Sekretaris
Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna menyampaikan, salah satu Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) yang telah menjalankan perwal ini adalah Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung.
"Di DLHK, para pegawai non-ASN
seperti pengangkut sampah dan penyapu sebanyak 1.800 orang, begitu masuk mereka
turut ikut dalam program BPJS ketenagakerjaan ini," ungkap Ema.
Namun, Ema menambahkan, sampai saat
ini skema iuran yang digunakan masih diambil dari penghasilan para pekerja.
Sebab, jika harus bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
banyak hal yang perlu dipersiapkan dengan matang.
"Terlebih dengan adanya
peraturan baru yang melarang pemerintah daerah memiliki tenaga non-ASN. Semua
harus diganti menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Sedangkan pegawai non-ASN di Kota Bandung saja ada lebih dari 5.000
orang," ucapnya.
Untuk itu, Ema pun menyarankan, agar
BPJS Ketenagakerjaan juga menyisir para pekerja sektor formal dan informal.
Kolaborasi ini bisa dimulai dari koordinasi melalui asosiasi masing-masing
sektor, misal salah satunya Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI).
Dengan kolaborasi bersama
pihak-pihak pekerja non-ASN di sektor formal dan informal, diharapkan bisa
menjadi hubungan simbiosis mutualisme.
"Selain APPBI, bisa juga ajak
para PKL di Kota Bandung. Kita ada 22.000 lebih PKL di sini. Nanti BPJS bisa
hubungi Kepala Dinas Koperasi UMKM dan para koordinator PKL di berbagai titik
untuk diajak menggunakan BPJS Ketenagakerjaan," imbau Ema.
Termasuk di pasar tradisional, ia
menambahkan, perlu adanya perlindungan ketenagakerjaan untuk para pekerja di
sana.
"Di Kota Bandung itu ada 37
pasar tradisional, terdiri dari 17.000 pegawai pasar. Ini bisa jadi prospek
BPJS juga," imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Kantor
Cabang BPJS Kantor Suci, Agus Hariyanto menuturkan, program BPJS
Ketenagakerjaan yang diimplementasikan pada ASN Kota Bandung sudah sangat
sesuai dengan kondisi di lapangan.Sekda Kota Bandung Ema Sumarna foto bersama dengan BPJS Ketenagakerjaan usai raker (foto:humas).
"Kota Bandung untuk
perlindungan ASN-nya sudah menganggarkan, bahkan paling besar dibandingkan
wilayah lain se-Jawa Barat. Pegawainya sudah terlindungi dan teralokasi. Namun
memang PR kita bersama masih ada pada non-ASN," ujar Agus.
Padahal, kata Agus, klaim santunan
kematian dari BPJS Ketenagakerjaan sekarang telah dinaikkan dari Rp24 juta
menjadi Rp42 juta. Tak hanya itu, apabila ada ahli waris usia sekolah, maka
akan diberi jaminan biaya kuliah sampai lulus untuk dua orang anaknya sebesar
Rp174 juta.
"Ini akan sangat membantu
teman-teman non-ASN jika mereka juga difasilitasi BPJS Ketenagakerjaan,"
ungkapnya.
Sedangkan untuk para pekerja formal
dan informal, Agus mengatakan, dari 30.000-an pekerja, 12.000 orang di
antaranya telah memiliki BPJS Kesehatan.
"Untuk saat ini memang yang
baru berjalan itu BPJS Kesehatan. Namun, untuk BPJS Ketenagakerjaan bagi para
pelaku usaha mikro, seperti pekerja-pekerja di pasar, PKL, pegawai ritel belum
terlindungi," pungkasnya. (din/red).