Klik
Hj.Dedeh T Widarsih, Ketua DPD Organda Jabar |
Menurut, Dedeh beberapa hari lalu hingga hari ini, dirinya cukup banyak menerima pertanyaan dari berbagai kalangan masyarakat, tentang rencana aksi demo mogok jalan angkutan kota se Bandung Raya. Namun, setelah kita lakukan komunikasi dan koordinasi dengan Pemprov dan Pemkab/pemkot bersama pihak Dinas Perhubungan dan Kepolisian, disepakati bahwa kita (organda-red) diminta untuk melakukan komunikasi dengan jajaran organda se Bandungraya dan para awak sopir angkot dan taksi untuk tidak melakukan aksi demo mogok jalan.
Pengurus DPD Organda Jabar dan DPC Organda se Bandungraya, telah menyampaikan aspirasi ke Pemerintah Jabar yang diterima langsung oleh Gubernur Jabar Ahmad Heryawan didampingi Dinas Perhubungan Jabar, bahkan hadir juga Dishub se Bandungraya bersama Polda Jabar dan Polrestabes Bandung. Aspirasi yang kita sampaikan terkait keluhan para sopir angkot / bis dan taksi terkait semakin maraknya angkutan umum berbasis online (plat hitam) baik mobil maupun motor, kata Dedeh saat ditemui di DPRD Jabar, Senin (09/10).
Dikatakan, dalam pertemuan tersebut, Pemerintah berjanji akan menindak lanjuti dengan pihak terkait diantaranya kepolisian dan pemerintah pusat. Bahkan kita juga diminta untuk tetap menjaga kondusifitas Jabar pda umumnya dan Bandungraya pada khususnya.
Berhubung aspirasi sudah kita sampaikan ke Pak Gubernur, jadi kita tunggu saja realisasinya,
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sangat mendukung sekali konvensional angkutan berbasis online, untuk itu tuntutan kami mohon ditertibkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Karena angkutan konvensional itu memiliki persyaratan yang harus dipatuti, seperti, sopirnya harus memiliki SIM Umum, Ijin trakyek, KIR, Jalan sesuai jalur sampai ke ongkos, semuanya diatur oleh pemerintah.
Sementara angkutan online, sepertinya maunya dewek, kendaraan plat hitam, tanpa ijin trayek dan jalur operasionalnyapun mereka bebas bisa sampai kepelosok-pelosok. Sehingga awak angkutan konvensional merasa dianak tirikan.
Untuk itu, saya selaku Ketua DPD Organda Jabar, meminta pemerintah untuk ditertibkan yang berkeadilan terhadap angkutan berbasis online, pintanya.
Dedeh juga mengatakan, bahwa surat Keputuan Menhub Ri No 26 telah dicabut oleh Mahkamah Agung, ini berarti kita kembali ke undang-undang Lalu-lintas tahun 2009.
Sebagai Negara hukum tentunya kita kedepankan masalah hukum, tapi pihak pemerintah meminta agar tidak mengedepakan hukum. Tapi kalu bukan hukum lantas apa yang harus di kedepankan. ?...ujarnya.
Lebih lanjut Dedeh mengatakan, kami siap bersaing dengan mereka (angkutan berbasis online), tapi kita minta harus diberlakukan sama dengan kita.
Adapun terkait adanya pernyataan dari pihak Dishub Jabar yang mengatakan, bahwa Organda banyak tuntutan tapi tidak mau berbenah diri dan merubah pola manajemen. Pernyataan bsah saja, tapi kita harapkan pihak Dishub yang mengobral ijin trayek, sudah ada angkot ditambah Bis dan ada taksi lagi. Ehingga dilapangan sering terjadi perhimpitan. Jadi seharusnya pemerintah yang berintrofeksi diri. Jangan sampai kami dilapangan digesek, karena dilapangan tidak sama denngan di kantor, Organda itu orang lapangan.
Organda dan seluruh awak angkot, Bis, dan taksi siap berbenah diri, tentunya harus ada pembatasan koata. Coba aja dilapangan antar angkot, bis saling kejar mengajar penumpang, karena kebutuhan perut ditambah lagi kejar setoran.
Kalau sopir konvensional itu pekerjaan, tapi kalau sopir online itu sampingan, sementara disisi lain, jumlah angkot konvesnsional terus bertambah. Untuk itu, seharusnya dilakukan uji petik, baiar tahu berapa banyak angkot/ bis yang sebenarnya dibutuhkan. Dan bagi angkot/ bis yang sudah tidak layak yang diperpanjang ijinnya dan dibiarkan.
Dengan beredarnya angkot online, hampir 50% penghasilan sopir angkot konvensional menurun, bahkan kita pernah melakukan survey, rata-rata isi penumpang angkot hanya 4-sampai 6 penumpang, dan sangat jarang sampai penuh, , tandasnya (sein).