Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Program Inovatif Berbasis Desa Mampu Turunkan Angka Kemiskinan di Jabar

Rabu, 17 Juli 2019 | 11:15 WIB Last Updated 2019-07-17T04:18:17Z
BANDUNG, Faktabandungraya.com,-- - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat melansir per Maret 2019 angka kemiskinan di Jabar telah menurun dari jumlah warga miskin tercatat 3,61 juta jiwa atau 7,45 persen dari total populasi tahun lalu menjadi ada 3,4 juta jiwa warga miskin dari total total penduduk 25,1 jiwa atau 6,91 persennya.

“Angkanya masih di bawah angka nasional yang 9,41 persen. Jumlah penduduk Jabar terbanyak di Indonesia, tapi angka kemiskinannya nomor tiga. Penilaian objektifnya seperti itu saya kira,” ujar Kepala Biro Humas dan Keprotokolan Setda Provinsi Jabar Hermansyah, Selasa (16/7/2019).

Masih menurut BPS, jumlah warga miskin di perkotaan per Maret 2019 turun menjadi 2,268 juta jiwa, dari dari tahun sebelumnya yang berjumlah 2,327 juta jiwa. Sementara warga miskin di perdesaan juga turun dari asalnya 1,13 juta jiwa menjadi 1,287 juta jiwa.

“Lagi-lagi angkanya turun baik di perkotaan maupun perdesaan. Yang menarik, angka kemiskinan di desa turun lebih cepat 0,25 persen dibandingkan di perkotaan 0,20 persen. Ini menunjukkan program inovasi berbasis desa dibawah kepemimpinan Ridwan Kamil –Uu Ruzhanul Ulum mulai menampakkan hasilnya dengan turunnya angka kemiskinan,” kata Hermansyah.

Sementara itu gini rasio Jabar menurut BPS, per Maret 2019 tercatat 0,402 menurun dari tahun sebelumnya yang ada di angka 0,407. Disebutkan pula gini ratio perkotaan 0,410 sedangkan perdesaan 0,319.

“Jabar memiliki daerah pabrik yang beberapa berdekatan dengan DKI Jakarta, seperti Kabuaten/Kota Bogor, Depok, Kabupaten/Kota Bekasi, Karawang dan Purwakarta. Tentu saja UMR-nya sedikit banyak terpengaruhi standar Jakarta yang tinggi. Sementara daerah yang lain tidak demikian,” kata Hermansyah.

Menurut Hermansyah, program pengentasan kemiskinan Pemdaprov Jabar menangani dua sisi. Pertama, membantu program pusat seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Beras Miskin, dan program pusat lainnya. Namun di sisi lain, Pemdaprov fokus meningkatkan pendapatan warga melalui program-program seperti Kredit Mesra, One Pesantren One Product (OPOP), One Village One Company (OVOC), dan program lainnya seperti Desa Digital yang meningkatkan kualitas SDM sehingga warga desa menjadi lebih produktif.

“Kenapa pengentasan kemiskinan di era Pak RK lebih banyak di desa dibandingkan perkotaan? Pertama karena itu sudah jadi komitmen awal beliau. Kedua, kemiskinan di kota disebabkan urbanisasi dimana warga tanpa skill dan keahlian berbondong datang ke kota. Akhirnya mereka jadi pengangguran dan miskin di kota. Nah dengan program berbasis desa ini, diharapkan dapat menekan urbanisasi. Buat apa merantau ke kota jika di desanya mereka sudah sejahtera. Jika sudah begitu, otomatis kemiskinan di kota menurun,” jelas Hermansyah.

Menurut Hermansyah, harus diakui Pemdaprov Jabar sebagaimana provinsi lain di Indonesia memiliki keterbatasan anggaran. Namun itu bukan halangan untuk berhenti membangun. Salah satu cara yang gencar dilakukan adalah melobi pemerintah pusat dan pihak lain agar mau mengeluarkan dana, tentunya dengan skema pembiayaan kreatif yang sesuai prosedur.

“Pak RK sudah menyatakan bahwa untuk Jabar Juara Lahir Batin butuh Rp800 triliun, sedangkan APBD Provinsi hanya Rp35 triliun. Itu sebabnya, Pemdaprov Jabar tidak lelah berkolaborasi dengan terutama swasta baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menyiasati keterbatasan anggaran,” katanya.

Hermansyah menambahkan, berbagai program berbasis desa dan digital yang diusung RK tentu saja masih banyak yang perlu dibenahi. Namun, semangat yang coba dihadirkan bagus dan menginspirasi. Perlu dukungan dari semua stakeholders dalam mendukung pembangunan.

“Dengan pentahelix pembangunan, birokrasi, akademisi, komunitas, swasta, dan media, Pemdaprov Jabar mencoba tetap di jalur itu,” katanya. (hms/red)

×
Berita Terbaru Update