![]() |
| Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Edwin Senjaya (Foto:dok.ist) |
Edwin menegaskan bahwa pencak silat
bukan sekadar olahraga bela diri tradisional, melainkan warisan budaya luhur
yang sarat dengan nilai falsafah, spiritualitas, dan seni.
“Penetapan pencak silat sebagai
warisan budaya tak benda merupakan bentuk penghormatan dunia internasional
terhadap tradisi dan kebudayaan kita yang terus berkembang serta diwariskan
dari generasi ke generasi,” ujar Edwin.
Edwin yang terlibat langsung dalam
proses pengajuan pencak silat ke UNESCO mengungkapkan, atas kontribusinya
tersebut dirinya menerima Anugerah Insan Pencak Silat dari Komite Pencak Silat
Tradisi Indonesia (KPSTI). Penghargaan itu diserahkan dalam acara yang digelar
di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Minggu (14/12/2025).
Selain menerima penghargaan sebagai
pengusul dan pendorong pencak silat sebagai warisan budaya tak benda, Edwin
juga diminta menjadi narasumber dalam sarasehan yang diikuti perwakilan
berbagai perguruan dan aliran pencak silat dari seluruh Indonesia.
“Acara tersebut dihadiri para
pendekar, guru besar, serta tokoh-tokoh pencak silat nasional,” katanya di
Gedung DPRD Kota Bandung, Senin (15/12/2025).
Edwin mengingatkan bahwa UNESCO telah
menetapkan pencak silat sebagai warisan budaya tak benda pada 2019, namun
proses pelestariannya tidak berhenti sampai di situ. UNESCO, kata dia, akan
melakukan evaluasi setiap empat tahun sekali.
“UNESCO akan menilai apakah pencak
silat benar-benar dirawat, dilestarikan, dan dikembangkan. Jika tidak, status
itu bisa dipertanyakan,” jelasnya.
Penghargaan tersebut, lanjut Edwin,
menjadi amanah untuk terus berperan aktif melestarikan pencak silat, khususnya
di Kota Bandung. Terlebih, ia juga menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat
Pencak Silat Indonesia (MASPI), salah satu inisiator pengusulan pencak silat ke
UNESCO.
Sebagai upaya pelestarian, Edwin
mendorong agar pencak silat semakin diterima generasi muda, salah satunya
dengan memasukkannya ke dalam muatan lokal atau kegiatan ekstrakurikuler di
sekolah dasar dan menengah.
Namun demikian, ia mengakui masih
terdapat tantangan, terutama minimnya tenaga pelatih yang memiliki kompetensi
pedagogik.
“Banyak praktisi pencak silat, tapi
belum tentu semuanya siap mengajar anak SD atau SMP. Diperlukan pelatih yang
teredukasi, punya komunikasi yang baik. Karena itu, perlu program pelatihan
atau training of trainers,” pungkasnya. (*/red).
