Klik
May Day 2018 di depan Gedung Sate ( foto: istimewah) |
Sekitar pukul 10.30 WIB buruh mulai berdatangan memadati halaman depan Gedung Sate, sehingga terpaksa pihak Kepolisian melakukan penutupan jalan ruas jalan Diponegoro Bandung. Berbagai macam spanduk dan bendera dikibarkan. Para perwakilan organisasi buruh, satu persatu menyampaikan orasi dan tuntutan.
Ketua DPD FSP LEM SPSI Jabar M.Sidarta mengatakan, setiap tahun peringatan May Day tingkat Jabar kita gelar di Gedung Sate, berbagai aspirasi dan tututankita sampaikan kepada pemerintah, mulai dari persoalan system pengupahan/ UMK, persaoalan hubungan ketenaga kerjaan dan mahalnya sembako yang sangat memberatkan kaum buruh, termasuk juga lemahnya pengawasan ketenaga kerjaanoleh pemerintah.
Untuk itu, di peringatan May Day ini, tentunya kita berharap, semua persaoalan yang doihadapi para buruh harus menjadi perhatian oleh pemerintah, penguasa dan stakeholder terkait. Selain itu, May Day juga harus menjadi ajang silaturahmi dan refleksi bagi seluruh stakeholder perburuhan untuk memperbaiki hubungan industrial di Indonesia, jelas Sidarta kepada wartawan disela aksi demo.
May Day tahun ini kita bawa dua isu utama yaitu, Pertama, isu Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK) yang masih menjadi polemik. Hal ini karena belum adanya standar bagi kabupaten/kota di Jabar dalam bentuk regulasi. Isu Kedua, masih tingginya kasus pelanggaran norma dalam hubungan kerja di Jawa Barat.
Dikatakan Sidarta, kedua isu tersebut sangat krusial, untuk itu, kita menuntut kepada Gubernur Jabar agar segera menerbitkan Perda atau Pergub tentang pengawasan ketenagakerjaan yang melibatkan unsur pemerintah, Serikat Pekerja, asosiasi pengusaha, imigrasi dan kepolisian agar lebih efektif dalam melakukan fungsi pengawasan ketenagakerjaan.
Kenapa kita (buruh-red) menuntut segera dibuatkan dan diterbitkan Perda atau Pergub, karena sampai saat ini pengawasan Ketenagakerjaan belum bisa berjalan efektif. Jika ditanya, pemerintah menjawab tenaga pengawas kurang. Oleh karena itu kita sampaikan solusinya untuk dibuat regulasinya," jelasnya.
Lebih lanjut Sidarta mengatakan, setiap tahun juga kita menuntut agar PP 78 untuk segera cibut, karena PP 78 tersebut kita nilai terlalu mengeksploitasi kaum buruh. Karena pemerintahdalam setiap menentukan perhitungan upah/ UMK selalu berdasarkan formula uapah yang akan dating dihasilkan dari upah saat ini ditambah inflasi dan PDB. Sementara harga kebutuhan setiap tahun terus naik, sehingga hidup buruh tetap pas-pasan saja. Tidak ada peningkatan, tandasnya.
Sementara itu ditempat terpisah sehari sebelumnya (Senin, 30/4/18), Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar Yomanius Untung, mengatakan, DPRD Provinsi Jawa Barat mendorong kesejahteraan buruh melalui peningkatan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Untung menilai system pengupahan buruh perlu diperbaiki karena selama ini penetapan UMK selalu berdasarkan PP78 yang disesuaikanberdasarkan pertumbuhan ekonomi. Sistem ini sangat rentang.
Kenapa saya katakan sangat rentan, karena pertumbuhan ekonomi negative, akan menjadi persoalan, yang tentunya akan berdampak negative pula terhadap kehidupankaum buruh, ujarnya.
Selain itu, yang cukup penting juga soal rekrutman para buruh dengan pola system kontrak yang tidak pasti, Selama system kontrak diterapkan tentunya tingkat kenyamanan bekerja dan kesejahteraan buruh tidak kepastian juga, tandas Untung. (ahw/red).