Drs.H.Daddy Rohanady ( anggota DPRD Jawa Barat dari Frkasi Gerindra (foto: istimewa) |
Oleh: Daddy Rohanady (Anggota DPRD Provinsi Jabar)
BANDUNG, --- APBD Provinsi Jawa Barat diperkirakan akan mengalami turbulensi pada tahun anggaran 2022 mendatang. Hal itu merupakan akumulasi dari beberapa hal yang tidak bisa dihindari.
Melihat beberapa hal yang
melingkupinya, tampaknya turbulensi APBD Jabar sudah di depan mata. Sebenarnya
sinyal ke arah itu sudah tampak sejak pembahasan Perubahan APBD tahun anggaran
2021.
Pendapatan Daerah yang tidak
tercapai sangatlah besar, yakni Rp 10,358 triliun. Hal itu diakibatkan oleh
beberapa faktor. Memang situasi pandemi telah berdampak ke segala lini. Hal itu
telah pula berpengaruh pada Pendapatan Transfer (dari Pemerintah Pusat).
Pendapatan Asli Daerah
diperkirakan terkoreksi Rp 4,131 triliun menjadi Rp 20,604 triliun. Demikian
pula Pendapatan Transfer diperkirakan terkoreksi cukup besar, yakni Rp 6,226
triliun.
Transfer Pemerintah Pusat
semuanya mengalami penurunan. Dana Transfer berkurang Rp 6,152 triliun. Bahkan,
Dana Insentif Daerah juga diperkirakan turun sekitar Rp 68,7 miliar.
Dana Transfer semuanya turun,
kecuali Dana Bagi Hasil (DBH) yang naik Rp 317 miliar. Dana Alokasi Umum (DAU)
turun Rp 91 miliar). Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik turun Rp 180 miliar). DAK
Non-Fisik turun Rp 6,2 triliun.
Ini bukti bahwa sesungguhnya
volume APBD Provinsi Jabar yang di dalam RKUA PPAS tanggal 16 Agustus 2021
diproyeksikan di atas Rp 41 triliun, sekarang tampak warna aslinya. Volume APBD
Provinsi Jabar selama ini tampak besar, antara lain juga, karena sesungguhnya
besar pula dana yang sifatnya hanya transitoris. Artinya, di dalam APBD Jabar
ada dana dalam jumlah sangat besar yang harus ditransfer ke kabupaten/kota.
Jadi, volume APBD Jabar menjadi
besar akibat besarnya dana transitoris yang masuk ke kas daerah Provinsi.
Ketika Pemerintah Pusat
memutuskan dana-dana transitoris itu langsung ditransfer ke kas kabupaten/kota,
maka volume Pendapatan Transfer pun langsung kempes.
Turunnya secara drastis transfer
dari Pemerintah Pusat, salah satunya dan terakhir kali dituangkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170-S/PK/2021.
Turbulensi volume APBD Provinsi
Jabar tersebut pasti pengaruhnya sangat besar terhadap berbagai pos belanja
daerah. Konsekuesinya, alokasi anggaran belanja pun terpaksa harus menyesuaikan
kembali dengan volume Pendapatan Daerah yang baru.
Nota Pengantar KUA PPAS Tahun
Anggaran 2022 yang disampaikan Gubernur pada tanggal 16 Agustus 2021
masih mencantumkam angka Pendapatan Daerah sebesar Rp 41,141 triliun. Setelah
melalui proses pembahasan, terjadi beberapa perubahan. Kini Pendapatan Daerah
diprediksi hanya Rp 30,783 triliun.
Memang pembahasan belumlah tuntas
hingga APBD disepakati pada sidang paripurna. Itu pun masih membuka ruang
koreksi dari Kementerian Dalam Negeri. Namun, tampaknya tidak ada lagi
"kejutan berarti" yang akan mempengaruhi APBD Tahun Anggaran 2022
tersebut.
Artinya, tidak sampai 2 bulan,
telah terjadi perubahan yang sangat drastis. Hal itu telah memberi hantaman
yang sangat amat keras dan telak terhadap APBD Provinsi Jabar Tahun 2022.
Semoga turbulensi tersebut tidak
lantas menimbulkan turbulensi dalam pencapaian target indikator-indikator
pembangunan yang telah ditetapkan dalam RPJMD, apalagi menurunkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. (*).