Plt Wali kota Bandung Yana Mulyana(baju putih), Ketua PWI kota Bandung Hardiyansyah dan Ketua IJTI Bandung Iqwan Sabba Romli (foto:humas). |
Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bandung,
Yana Mulyana menyampaikan, peran pers sangat penting untuk menjadi ujung tombak
dalam memerangi hoaks, terutama terkait isu-isu pandemi
Pers sebagai pilar keempat memiliki
banyak tanggung jawab, salah satunya menjadi garda terdepan untuk memberikan
informasi dan edukasi teraktual pada masyarakat, terutama di era derasnya arus
digitalisasi industri 4.0
Hal ini dikatakan Yana Mulyana selaku
narasumber dalam acara Bandung Menjawab dengan
tema “ Mambangun Sinergitas Pers dan
Pemerintah Dalam Menhadapi Era Digital
4.0”.
Dalam acara Bandung Menjawab
tersebut, selain Plt Wali Kota Bandung sebagai Narasumber, ada Ketua PWI Kota Bandung H.Hardiyansyah yang
juga Ketua SMSI Jabar, dan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kota
Bandung , Iqwan Sabba Romli yang juga menjadi narasumber.
Dikatakan Yana, di era industri 4.0
ini, pers juga menjadi ujung tombak dalam memerangi hoaks dan menjadi media
informasi bagi semua lapisan masyarakat di Indonesia. Mudah-mudahan Pemerintah
Kota (Pemkot) dan pers bisa sama-sama bertumbuh semakin baik.
“Kami memberikan pelayanan publik
pada masyarakat, lalu teman-teman media bisa memberikan berita yang baik dan
valid pada masyarakat,” ujar Yana.
Sementara Ketua PWI Kota Bandung, H.
Hardiyansyah yang juga Ketua SMSI Jabar mengakui, salah satu tantangan terberat
di era digital ini adalah hoaks. Terlebih lagi, siapapun sekarang bisa
mengambil peran sebagai ‘jurnalis’. Dari mulai masyarakat biasa sampai
akun-akun media sosial yang sering mengunggah sebuah informasi, tapi belum
jelas keabsahannya.
Plt wali kota Bandung Yana Mulyana (foto:humas) |
“Hoaks ini mudah berkembang melalui
produk-produk digital nonjurnalistik. Mereka hanya mengejar clickers, likers,
viewers dan lainnya. Sehingga, beritanya sudah muncul duluan. Padahal belum
tentu valid,” ungkap Andhy sapaan Hardiyansyah.
Pers yang berada dalam naungan media
massa, bagi Andhy, memiliki peran untuk memverifikasi info-info tersebut.
Ia menambahkan, kredibilitas sebuah media dan
para pewartanya perlu diperhatikan dari hal terkecil seperti tertib admistrasi.
“Media massa yang kompeten itu harus
sudah terverifikasi secara administrasi, seperti badan hukumnya terdaftar, dan
para wartawannya juga tersertifikasi. Kita tiap tahun mengadakan uji kompetensi
wartawan. Pengujinya dari Dewan Pers,” ujarnya.
Dengan tersertifikasinya para
wartawan, maka proses kegiatan jurnalistik di lapangan pun akan lebih sesuai
dengan kaidah dan fungsi. Salah satu fungsi pers adalah sebagai kontrol sosial.
“Kontrol sosial ini untuk
menghindari masyarakat dari hoaks. Pers juga punya fungsi edukasi. Di masa
pandemi ini kami menyampaikan info tentang virus Covid-19, varian barunya,
bagaimana penanganan yang harus dilakukan, kapasitas rumah sakit yang
disediakan pemerintah, dan lainnya,” papar Andhy.Ketua PWI Kota Bandung Hardiyansyah(foto:humas)
Meski, Andhy mengakui, jika selama
pandemi ini, pergerakan para jurnalis semakin terbatas. Belum lagi jika
beberapa wartawan positif Covid-19, atau adanya Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang membatasi jarak liputan para wartawan.
Namun, semua keterbatasan ini bisa
mereka lewati dengan kolaborasi bersama rekan-rekan humas yang ada di pemkot,
provinsi, dan tiap instansi.
“Support dari para mitra kerja dan
pemerintah sangat membantu kami selama masa pandemi ini. Misalnya, dari pemkot
memfasilitasi kita untuk vaksin, juga informasi-informasi detail dari humas
yang membantu kami dalam membuat berita,” ujarnya.
Berbagi peran antarsektor dari pihak
pers dengan pemerintah juga diakui Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia,
Iqwan Sabba Romli.
Menurut Iqwan, hal yang sangat membantu para jurnalis dalam
menyampaikan berita. Apalagi di masa awal pandemi, sebagian besar kegiatan
berubah menjadi online. Jurnalisme kehumasan sangat berperan dalam proses
jurnalistik.
“Di saat TV lokal lockdown, tapi
teman-teman tetap harus punya berita, sedangkan wartawan lainnya terpapar
Covid-19. Kita cari formula melalui zoom meeting atau via virtual
lainnya," katanya.
"Kita juga cari solusinya apa
yang bisa dikerjasamakan. Dan salah satunya melalui teman-teman jurnalis
kehumasan ini. Perannya sangat membantu kami para wartawan lapangan,” ungkap
Iqwan.
Salah satu tantangan terbesar bagi
wartawan televisi, menurut Iqwan, adalah bagaimana untuk tetap menyajikan
esensi berita terbaik meski pengambilan gambarnya kurang sesuai kaidah
jurnalisme televisi.Ketua IJTI Kota Bandung Iqwan Sabba Romli (foto:humas).
“Di masa lockdown itu semuanya kan
sulit ya akses ke mana pun. Kadang dapat sumber video dari masyarakat, tapi
kurang bagus hasilnya. Ya, kami seberusaha mungkin tetap menyajikan esensi
pemberitaannya yang valid, meski visualnya belum sesuai,” tuturnya.
Iqwan menjelaskan, era digitalisasi
4.0 ini juga bahkan mengubah kaidah jurnalisme televisi. Dulu, saat liputan,
wartawan televisi harus menenteng kamera besar atau minimal kamera DSLR.
“Sekarang bahkan sudah masuk eranya
mobile journalism. Pakai HP saja sudah bisa ambil berita. Namun, tetap harus
ada pakem-pakem jurnalistik yang tetap dijalankan sesuai kaidahnya,”tandasnya. (din/sein).