Sekdakot Bandung Ema Sumarna foto bersama usai berdiskusi dgn BPS |
Hal ini disampaikan Kepala BPS Kota
Bandung, Aris Budiyanto saat berdiskusi bersama Pemerintah Kota (Pemkot)
Bandung di Balai Kota, Jumat, 16 September 2022.
"Tujuan regsosek ini sebagai
upaya kita mendorong percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, integrasi
program, dan membangun satu pusat rujukan informasi. Targetnya 100 persen
penduduk Kota Bandung akan disensus," ujar Aris.
Harapannya, melalui pendataan ini
bantuan sosial sebagai bagian dari perlindungan sosial bisa disalurkan tepat
sasaran pada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Seluruh data masyarakat yang
mendapat bantuan sosial seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM), kesehatan,
dan UMKM ada dalam regsosek.
"Setelah dikumpulkan dan diolah
BPS, datanya akan keluar di 2023 dan bisa digunakan di semester kedua tahun
2023," ucapnya.
Rencananya, sebanyak 3.944 petugas
direkrut untuk mendata 10.000 rukun tetangga. Kemudian, salah satu proses yang
akan dijalankan adalah geotagging. Terutama pada masyarakat yang terdata miskin
ekstrem.
"Konsep penduduk dalam BPS
adalah seseorang yang tinggal di suatu wilayah minimal 1 tahun atau kurang dari
1 tahun, tapi punya niat untuk tinggal 1 tahun. Tidak termasuk penduduk yang
pulang pergi dari luar Kota Bandung ke Kota Bandung," jelasnya.
Salah satu teknik yang digunakan
adalah proximi test. Setiap penduduk nantinya akan diperingkatkan. Pendapatan
dan pengeluarannya akan menjadi referensi untuk pemeringkatannya.
"Jika penghasilan penduduknya
di bawah Rp418.654 per bulan, maka masuk dalan kategori penduduk miskin
ekstrem. Jadi, bukan hanya 14 indikator saja yang kita gunakan," paparnya.
Untuk menyinergikan seluruh data,
pada 21 September mendatang BPS akan melakukan rapat koordinasi bersama seluruh
dinas dan kecamatan untuk sosialisasi terkait regsosek.
Menanggapi hal ini, Sekretaris
Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna menegaskan, perlu adanya spesifikasi
sasaran penduduk yaang akan didata. Sehingga meminimalisasi kesalahan data
penduduk miskin ekstrem di Kota Bandung.
"Jangan sampai ada salah
pemahaman mengenai definisi dari penduduk miskin ekstrem di Kota Bandung. Bisa
dibayangkan nanti, kualifikasinya harus benar-benar ajeg. Jangan sampai ada
yang tadinya tidak terdaftar, malah jadi ada," ungkap Ema.
Ia juga berharap, data BPS bisa
menjadi acuan bersama yang digunakan Pemkot Bandung dalam mengambil kebijakan
strategis. Oleh karena itu, penting untuk menyelaraskan data BPS dengan data
eksisting yang dimiliki para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) saat ini.
"Pendataan penduduk dalam
konteks lingkup sosial ekonomi ini merupakan langkah yang sangat strategis,
tapi harus sangat berhati-hati untuk kita selaraskan," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial
(Dinsos) Kota Bandung, Soni Bakhtiyar menilai, jika pendataan penduduk miskin
ekstrem ini selesai, kemungkinan angka kemiskinan di Kota Bandung akan menurun.
Sehingga, pemerintah pusat akan
memberikan perlindungan jaminan sosial ini hanya kepada warga miskin esktrem
yang selama ini berada dalam desil 1.
"Dengan begitu, data DTKS yang
sejumlah 319.000 akan dibersihkan yang berada di desil 2-4. Sehingga muncul
angka kemiskinan di Kota Bandung yang akan dipublikasikan angka miskin
esktremnya saja," kata Soni.
Namun menurutnya, perlu adanya
indikator atau alat ukur yang lebih mengerucut dalam menentukan apakah warga
tersebut masuk dalam kategori miskin ekstrem atau tidak.
Ditemui di tempat yang sama, Kepala
Dinas Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana (DPPKB), Dewi Kaniasari
mengaku juga tengah mendata keluarga sampai tingkat RT.
Sebanyak 2.146 orang kader pendata
diturunkan di tahun ini dengan proses yang sama yakni geotagging. Pendataan ini
dilakukan dari 1 September - 31 Oktober.
"Beberapa indikator yang didata
itu pembangunan keluarga dan sosek. Ada 55 variabel yang didata.
Target untuk tahun sekarang 314.259
KK yang akan didata," tutur Dewi
"Tiap 1 orang kader mendata 150
KK. Mungkin ada data yang berarsiran dengan BPS, bisa kita selaraskan,"
lanjutnya. (din/red).