Pemerhati Tata Ruang lulusan Planologi Universitas Islam Bandung (UNISBA) Deny Zaelani dalam suatu acara ( foto :ist) |
Permasalahan kemacetan dan banjir
itu terjadi tidak terlapas dari kondisi penataan ruang dan pembangunan di Kota
Bandung yang tidak terkendali. Bahkan
sangat banyak pembangunan yang menyahi tata ruang.
Pembangunan permukiman baru terus
bertambah dan bahkan semakin menjamur
juga pusat-pusat niaga di Kota Bandung.
Hal ini tentunya menambah kemacetan arus lalu lintas di Kota Bandung.
Permasalahan semakin bertambah dikala musim penghujan, terjadi banjir
dimana-mana sampai kepelosok –pelosok.
Hal terjadi karena kurang matangnyadalam penataan tata ruang, ujar Deny
Zaelani kepada wartawan, Kamis (3/11/2022).
Dikatakannya, untuk itu pembenahan Tata Ruang Kota Bandung
itu harus dikerjakan oleh orang yang punya rasa memiliki daerahnya tidak hanya
sekedar kepintarannya saja.
“Salah satu persoalannya adalah
sistem drainase yang masih buruk. Indikatornya, bisa dilihat mulai dari banyak
atau tidaknya titik genangan, luas genangan, tinggi genangan dan lamanya
genangan,”imbuhnya.
Deny
mengungkapkan salah satu penyebab banjir di Kota Bandung karena
perkembangan pembangunan yang makin besar, sehingga limpahan air dihasilkan pun
demikian besar. Sedangkan drainase yang
dirancang dulu kondisinya saat ini menjadi mengecil, karena adanya sedimen
tanah, sampah dan faktor lain. Sehingga resapan ke lintasan drainase makin besar
karena build up (pembangunan kota) areanya juga makin besar.
"Disamping itu juga persoalan
banjir di Kota Bandung di sebabkan oleh tumpukan sampah baik di sudut sudut
kota, saluran air dan sungai. Sampah ini dapat mengakibatkan tersumbatnya
saluran air."ucap Deny
Dia menambahkan, sejauh ini
perkembangan Kota Bandung dilihat dari presentase Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dengan ruang terbangun sangat tidak seimbang, masih jauh dari standar minimum
yang ditetapkan UU Penataan Ruang No 26 Tahun 2007, yakni sekitar 20%.
Kota Bandung sendiri memiliki luas
sekitar 16.729 hektar. Itu artinya, wilayah seluas 160 hektar harus berfungsi
sebagai RTH dan tidak boleh dijamah oleh pembangunan.
“Seharusnya, Pemerintah Kota Bandung
segera merealisasikan penyediaan 20% wilayah untuk RTH sekaligus menentukan
kawasan – kawasan yang diproyeksikan sebagai RTH,”pungkasnya. (**).