![]() |
Kepala Diskominfo Kota Bandung, Yayan A. Brilyana |
Setelah 11 tahun menjalankan konsep
pemerintahan yang berbasis pada teknologi, Kota Bandung telah banyak
mendapatkan pengakuan mulai dari tingkat nasional hingga internasional.
Berbagai penghargaan dan prestasi
didapatkan Pemkot Bandung. Diantaranya
meraih penghargaan dari majalah Jepang Yakkato pada 2017 hingga yang
terbaru meraih predikat tertinggi dengan nilai Memuaskan mendapatkan nilai
indeks Smart City 2024 se - Indonesia yaitu 3.93.
Tak hanya itu, Pemda Kota Bandung juga
meraih nilai tertinggi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dari
Kemen PAN-RB melalui surat Nomor 663 Tahun 2024 tentang Hasil Evaluasi Pusat
dan Pemerintah Daerah. Nilai tertinggi SPBE tingkat Kota dengan indeks 4,59.
Hal itu disampaikan Kepala Diskominfo
Kota Bandung, Yayan A. Brilyana dalam tayangan Chanel Youtube Basa Basi Podcast
Pokja PWI Kota Bandung, Rabu (22/1/2025).
Bisa dilihat dari chanel resmi Youtube
Pokja PWI Kota Bandung dengan link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=DUHMVTV_t2o
Dalam kesempatan ini, Yayan juga
mengungkapkan tiga strategi utama dilakukan pemkot Bandung untuk menciptakan
smart city. Yakni, pengembangan SDM, infrastruktur fisik dan digital, serta
regulasi yang mendukung.
Dirinya juga memuji masyarakat Kota
Bandung, karena dinilai memiliki kecerdasan dalam adaptasi digital atau melek
digital. "Bandung yang menarik itu karena masyarakatnya yang cerdas.
Masyarakat pengguna yang melek digital. Dan itu juga sudah diukur,"
ujarnya.
"Seberapa melek masyarakat
terhadap teknologi diukur dengan IMDI (Indeks Masyarakat Digital Indonesia).
Jadi masyarakat yang paling melek digital di Indonesia itu adalah Kota Bandung.
Sok silahkan di googling," klaimnya.
Untuk itu, kata Yayan, pemerintah
harus bisa mengimbangi terhadap minat masyarakat untuk pemenuhan digital. Salah
satunya tidak ada lagi wilayah yang menjadi blankspot.
Meski konsep smart city yang
diterapkan Pemerintah Kota Bandung dan mendapatkan pengakuan melalui sejumlah
penghargaan. Yayan mengakui masih ada kekurangan dalam memenuhi semua
infrastruktur yang dibutuhkan, namun dirinya memastikan bahwa secara mendasar
Kota Bandung telah menyediakan.
"Soal kurang tentu masih ada,
tapi kita secara mendasar sudah (memenuhi). Kota Bandung tidak ada lagi yang
blankspot," tegasnya.
Namun, lanjut Yayan, dengan menerapkan
konsep smart city bukan berarti menghilangkan atau menihilkan masalah.
"Smart city itu bukan kita memikirkan kota ini canggih, kota ini sudah
tidak ada kemacetan dan tidak ad kejahatan dan lain sebagainya. Bukan seperti
itu," jelasnya.
"Gak bisa sempurna menghilangkan
berbagai masalah. Tapi kita bisa meminimalisir masalah tersebut,"
ungkapnya.
Kota Bandung menuju Smart City,
karenanya berbicara tentang smart city, kata Yayan, dikerjakan dengan cara
pentahelix. Tidak hanya bisa dikerjakan oleh pemerintah. Unsur akademisi,
swasta, komunitas masyarakat serta media.
"Ini semua sepertinya beriringan.
Apa pernah (dinas) Kominfo membangun tower seperti kabupaten dan kota lain
banyak blankspot karena kurangnya jaringan? Di Kota Bandung kan tidak pernah
pemerintah bikin tower. Yang bikin tower adalah pihak swasta," jelasnya.
Lanjut Yayan, dunia akademisi juga
sangat membantu pemerintah, terlebih teknologi-teknologi baru dan seringnya
berdiskusi bagaimana penggunaan-penggunaan metaverse, block chain hingga AI dan
lain sebagainya.
Begitu pula dengan unsur media massa
atau pers, kata Yayan, kita selalu terbuka, melalui kerjasama supaya dapat
mensosialisasikan program. Dan juga peran dari masyarakat karena melek terhadap
dunia digital.
Untuk itu pihaknya optimis konsep
menuju Smart City di Kota Bandung dapat berjalan dan semakin berkembang.
Meskipun tidak ada lagi zona blankspot
di Kota Bandung, tantangan ke depan adalah bagaimana menciptakan biaya jaringan
internet yang terjangkau bagi seluruh masyarakat Kota Bandung.
"Dalam rangka mengurangi coz
(biaya) masyarakat. Saya kira yang harus kita pikirkan adalah menyediakan
internet gratis buat masyarakat," ungkapnya.
Selama ini, ketersediaan internet
gratis di beberapa tempat di kewilayahan merupakan CSR dari perusahaan. Dari
pemerintah belum ada. "Jadi kita sedang pikirkan, kalau memang ada
kesiapan anggaran pemerintah memberikan free wifi (sambungan internet gratis).
Itu bisa mengurangi beban masyarakat, itu bisa meningkatkan perekonomian
masyarakat serta meningkatkan pendidikan," harapnya.
Manfaat
dan Dampak Penerapan Konsep Smart City bagi Pemerintahan
Dasar pemerintah menerapkan konsep
Smart City adalah bagaimana melakukan transformasi dari manual ke digital.
Smart City terdiri dari 6 dimensi, yakni
Smart governance, Smart branding,
Smart economy, Smart environment, Smart living, Smart society.
Electronic Government (E-Gov)
merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki Kota Bandung dalam penerapan konsep
Smart City. Pemerintah sudah bertransformasi dari manual ke digital dalam
penyediaan pelayanan untuk masyarakat.
Dengan diterapkannya sistem pelayanan
pemerintah kepada masyarakat yang berbasiskan online telah menggerus kerja
konvensional. Dan itu merupakan suatu keniscayaan.
Menurut Yayan, ini merupakan dampak
yang dihasilkan dari penerapan smart city. Dalam menerapkan Smart City, E-Gov,
SPBE tanpa mengurangi ATK (Alat Tulis Kantor), tanpa mengurangi sumber daya
manusia, berarti itu tidak berjalan efisien.
"Karena kuncinya smart city dan
SPBE (E-Gov) adalah layanan yang paripurna dengan inovasi menghasilkan
efisiensi. Itu kunci utamanya," ujar Yayan.
Efisiensi juga pada akhirnya
mengurangi beban waktu, pikiran dan biaya. "Kami di Diskominfo mengurangi
ATK, cetakan. Kalau kita mau sosialisasi dengan pamflet-pamflet, saya coret
tuh," tegasnya.
"Untuk sosialisasi kita gunakan
media sosial, tetapi kita juga tetap memerankan peranan media massa. Karena
prinsifnya bagaimana memaksimalkan sosialisasi menggunakan media massa dan
media sosial. Seperti bekerja sama dengan PWI atau media," katanya.
Begitu juga dengan SDM (Sumber Daya
Manusia), secara kuantitas pasti ada pengurangan. Karena itu risiko dalam
mengurangi beban pemerintah. "Dalam artian beban itu kita alihkan,"
imbuhnya.
"Yang tadinya untuk belanja
hal-hal seperti itu, maka untuk memberikan layanan kepada masyarakat kita
perkuat server-nya, kita amankan server-nya, kemudian kita bikin aplikasi yang
bagus yang bisa dirasakan masyarakat," beber Yayan.
Yayan juga menyadari, teknologi itu
memang mahal. Namun itu hanya di awal saja. Tapi ke depannya akan
mengefisienkan waktu, tenaga dan biaya.
Untuk saat ini, tenaga-tenaga
administrasi di pemerintahan Kota Bandung sudah mengalami pengurangan.
"Jadi sekarang tenaga-tenaga yang ada (Diskominfo) itu adalah tenaga ahli.
Ahli grafis, ahli analisis, dan ahli rilis. Mungkin ke depan sudah tidak ada
(tenaga ahli rilis) karena sudah ada teknologi AI," ucapnya.
"Jadi sekarang tenaga
administratif sudah tidak ada. Untuk itu SDM nya harus bisa berinovasi agar
dapat bekerja di mana pun, termasuk di dunia pemerintahan," pungkasnya. (*/red).