![]() |
Komisi I DPRD Jabar gelar rapat terkait korban bullying dan dugaan doxing terhadap Aktivis Demokrasi Neni Nurr Hayati |
“Kami atas nama DPRD Jabar sangat
prihatin dan meminta maaf secara terbuka
dan mengakui kelalaian yang dilakukan oleh Diskominfo Jabar kepada Neni Nur Hayati yang telah mendapatkan perlakuan bullying
oleh netizen yang sangat masif pasca akun resmi Diskominfo Jawa Barat membuat
postingan yang dianggap Doxing”.
Permintaan maaf Ketua Komisi I DPRD
Jabar disampaikan langsung dalam rapat evaluasi perlindungan hak konstitusional
atas kebebasan berekspresi dan berpendapat di ruang public. Rapat dihadiri
Diskominfo Jabar, Disdukcapil Jabar, KPID Jabar, KI Jabar, Setwan Jabar
dan Aktivis Demokrasi Neni Nur
Hayati (korban bullying dan dugaan
Doxing) secara daring, di ruang Bamus DPRD Jabar, Senin (4/8/2025).
Dikatakan, apa yang dialami oleh aktivis demokrasi Neni
Nur Hayati bermula ketika Neni mengkritisi APBD Jabar, lalu Pemprov Jabar
melalui akun resmi Instagram Diskominfo Jabar diduga melakukan Doxing sehingga
mendaptkan serang bullying secara massif dari netizen. Hal ini tidak boleh
dibiarkan karena akan berdampak jangka panjang terhadap kebebasan berekspresi.
Bahkan pada kesempatan tersebut,
Rahmat Djati juga membeberkan bila bullying juga kerap dirasakan oleh anggota
DPRD Jabar yang kritis. Namun, para anggota dewan menganggap hal tersebut
sebagai bagian dari konsekuensi dan resiko politik.
Sejumlah anggota dewan Jabar kerap
menjadi sasaran bullying dengan mendapat tuduhan tidak substansial melalui
direct message (DM) maupun kolom komentar, namun lembaga legislatif ini tidak
langsung mengambil langkah hukum.
Akan tetapi, bila aksi bullying di media
sosial menimpa masyarakat biasa dan dipicu oleh postingan akun resmi pemerintah
Jawa Barat adalah sinyal yang tidak baik bagi alam demokrasi di era digital.
“Selama ini, DPRD tidak melakukan
somasi atau pengaduan karena kami bagian dari pemerintah daerah. Namun, ketika
Diskominfo (telah dianggap) melakukan doxing yang berdampak pada Neni, ini
sudah menjadi alarm tanda bahaya,” tegas Rahmat.
Sementara itu, Kepala Diskominfo Jabar
Adi Komar menyatakan bahwa instansinya telah mengambil beberapa langkah responsif,
termasuk menghapus (take down) unggahan bermasalah dan menjawab somasi yang
dilayangkan Neni.
“Prinsipnya, Diskominfo tidak anti-kritik.
Kami apresiasi masukan dari masyarakat, termasuk dari Ibu Neni. Kami sudah take
down unggahan, menjawab somasi, dan menyayangkan serangan netizen terhadap
beliau,” kata Adi.
![]() |
Komisi I rapat di ruang Banmus DPRD Jabar |
Meski demikian, ia menolak dugaan
bahwa Diskominfo mempekerjakan buzzer atau pegawai non-ASN untuk mengelola
konten resmi. “Tidak ada buzzer. Tim kami murni ASN, baik PNS maupun P3K,” tegasnya.
Bahkan, Adi Komar juga enggan meminta
maaf secara terbuka, karena merasa semua permintaan Neni Nur Hayati sudah
dipenuhi oleh Pemprov Jabar . “ Kita
sudah take down dan menjawab somasi yang dilayangkan kepada Pemprov Jabar”,
ujarnya.
Ditempat terpisah, lewat sambungan
daring, Neni Nur Hayati mengaprisiasi Ketua Komisi I DPRD Jabar yang meminta
maaf secara terbuka . Namun, Neni Nur Hayati
sangat menyayangkan permintaan maaf justru datang dari DPRD Jabar, bukan
langsung dari pihak Pemprov maupun Diskominfo Jabar .
"Saya menyampaikan apresiasi
setinggi-tingginya kepada Komisi I DPRD Jabar yang memiliki itikad baik untuk
menyelesaikan permasalahan ini. Tapi seharusnya ini dilakukan oleh Pemprov Jawa
Barat," ucap Neni.
Aktivis Demokrasi juga Direktur
Democracy and Reflection Empowerment (Deep) Indonesia itu, berterima kasih dan
saya merasakan sekali bagaimana peran legislatif sebagai wakil rakyat hadir
untuk mengakomodasi kepentingan rakyat," ujarnya.
Menanggapi penjelasan Adi Komar, Neni
mempertanyakan alasan pemerintah mencantumkan fotonya dalam unggahan yang
dibumbui narasi APBD.
"Mengapa harus mencantumkan foto
saya? Saya beberapa kali terlibat di Komisi Informasi tingkat pusat, bahkan
menjadi tim penilai. Saya sangat sepakat soal transparansi dan akuntabilitas.
Kan simpel, Pak," katanya.
Neni menyarankan agar pemerintah
menyampaikan data yang lengkap dan rinci, bukan justru menyasar individu.
Semestinya pemerintah melindungi kebebasan berpendapat, ini hak konstitusi dan
biasa dalam negara demokrasi, bukan justru membungkamnya dengan tekanan
digital, kandasnya. (sen).