Oleh : Daddy Rohanady (Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Gerindra)

Anggota DPRD Jabar Drs.H. Daddy Rohanady dari Fraksi Gerindra
Turbulensi APBD Jabar kali ini disebabkan dua hal. Pertama penurunan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 2,458 triliun. Selain itu, tidak tercapainya target pendapatan asli daerah tahun 2025 sebesar Rp 1 triliun lebih.
Turbulensi APBD Jabar Jilid I
terjadi ketika covid melanda. Kala itu APBD Jabar turun sekitar Rp 10 triliun.
Lalu, turbulensi jilid II ketika
diberlakukan Undang-Undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Turbulensi jilid iI membuat Apbd Jabar turun sekitar Rp 6 triliun.
Setiap turbulensi tersebut pasti membutuhkan solusi untuk
prmbangunan. Mengapa? Setiap turbulensi
pasti berdampak pada berkurangnya kemampuan
daerah untuk membiayai program dan kegiatan.
Semua membutuhkan kesadaram
masyarakat bahwa pajak sangat dibutuhkan untuk penbangunan.
Terkadang
ada potensi tetapi tak sedikit yang selalu macet.
Oleh karena itu, dibutuhkan
peraturan daerah (perda) yang secara spesifik mengatur Pajjak dan Retribusi
Daerah (PDRB). Di dalam Perda PDRB Jabar yang akan datang diatur pajak
kendaraan bermotor (PKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), pajak
air permukaan (PAP), dan retribusi.
Masih butuhnya kesadaran masyarakat
dapat dilihat dari masih banyaknya kendaraan belum melakukan daftar ulang
(KBMDU) dan kendaraan tidak melakukan daftar ulang (KTMDU).
Dialog wakil rakyat dengan
masyarakat diharapkan akan lebih meningkatkan kesadaran peram pajak dalam
pembangunan. Dengan demikian, kemampuan pemerintah akan meningkat dalam
melakukan percepatan pembangunan di segala sektor. Semoga. !!! (*)