Klik
BANDUNG, (FBR.Com),--- Menindaklanjuti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 tahun 2015, tentang Sekolah Ramah Anak (SRA), Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat terus mendorong pembangunan SMA/SMK, baik dari segi infrastruktur maupun tenaga kependidikan.
Berdasarkan peraturan tersebut, SRA harus memenuhi tiga unsur, yakni infrastruktur (hardware), bahan ajar atau kurikulum (software), dan SDM tenaga kependidikan (brainware).
Mengingat bahwa ketiga unsur tersebut cenderung sulit dan butuh proses yang panjang untuk diimplementasikan, maka Bunda Literasi Jawa Barat Netty Heryawan mengungkapkan, upaya mewujudkan SRA yang paling mudah dapat dilakukan melalui tiga hal berikut.
Pertama ialah penyambutan dan penerimaan guru terhadap muridnya. Bagi Bunda Netty, menjalin pendekatan dengan peserta didik akan membawa rasa nyaman dan suasana yang bersahabat, sehingga siswa akan senang dan bersemangat menjalani kegiatan di sekolah.
"Ini penting, minimal tanya kabar siswa, ungkit hal-hal yang disukainya. Sambutlah mereka sebagaimana kita menyambut anak-anak kandung kita," kata Bunda Netty saat menjadi narasumber Sekolah Ramah Anak Sebagai Rumah Kedua dan Sekolah Tanpa Kekerasan, di SMAN 10 Bandung Jl. Cikutra No. 77 Bandung, Selasa (27/02/18).
"Gunakanlah gaya komunikasi antara orang tua dengan anak, bukan seperti atasan dengan bawahan," lanjutnya.
Selain itu, proses belajar yang menyenangkan bagi siswa menjadi poin penting kedua yang harus diprioritaskan dalam mewujudkan SRA. Poin ini dibuktikan langsung oleh Netty dengan bertanya pada siswa siswi SMAN 10. Saat Netty bertanya mata pelajaran yang paling disukai, jawaban para siswa beragam, mulai dari matematika, olahraga hingga KWU (Kewirausahaan). Namun saat ditanya alasannya, semua siswa dengan kompak menjawab karena guru mata pelajaran tersebut ramah, asyik, supel dan bersahabat.
"Nah, ibu dan bapak guru, ini yang diinginkan siswa. Nanti boleh tanya sama guru yang bersangkutan, gimana tips mengajar yang asyik, biar siswa jadi suka semua pelajaran," kata Netty.
Sedangkan hal ketiga yang harus diprioritaskan yaitu penanganan masalah. Meski SMAN 10 Bandung sudah memiliki delapan guru bimbingan konseling yang kompeten di bidangnya, namun baik siswa maupun guru harus paham bagaimana dan kemana mereka harus melapor jika terjadi sesuatu yang tidak mampu ditangani oleh pihak konseling.
"Jangan sampai ada penghapus papan tulis melayang di kelas, jangan sampai terjadi seperti di provinsi lain dimana seorang siswa tega menghabisi gurunya sendiri," ujar Netty.
Kepala sekolah SMAN 10 Bandung Ade Suryaman menuturkan, SMAN 10 telah dijadikan sekolah rujukan sejak tahun 2016, dan sejak saat itu SMAN 10 sudah berkomitmen untuk menjadi sekolah ramah anak. Memaksimalkan fungsi SRA tersebut, katanya, pada awal 2017 SMAN 10 bermetamorfosa menjadi sekolah terbuka olahraga.
"Kami mengambil dan membimbing atlet, mereka diberi kesempatan untuk latihan sekaligus belajar, sehingga bisa berprestasi secara akademik juga," tutur Ade dalam sambutannya.
Guna melengkapi infrastruktur SRA, Ade memiliki target di tahun 2018 ini untuk membangun 12 ruang kelas baru, dan merenovasi masjid sekolah agar dapat menampung 1.456 siswa saat shalat Jum’at. (hms/red)
Berdasarkan peraturan tersebut, SRA harus memenuhi tiga unsur, yakni infrastruktur (hardware), bahan ajar atau kurikulum (software), dan SDM tenaga kependidikan (brainware).
Mengingat bahwa ketiga unsur tersebut cenderung sulit dan butuh proses yang panjang untuk diimplementasikan, maka Bunda Literasi Jawa Barat Netty Heryawan mengungkapkan, upaya mewujudkan SRA yang paling mudah dapat dilakukan melalui tiga hal berikut.
Pertama ialah penyambutan dan penerimaan guru terhadap muridnya. Bagi Bunda Netty, menjalin pendekatan dengan peserta didik akan membawa rasa nyaman dan suasana yang bersahabat, sehingga siswa akan senang dan bersemangat menjalani kegiatan di sekolah.
"Ini penting, minimal tanya kabar siswa, ungkit hal-hal yang disukainya. Sambutlah mereka sebagaimana kita menyambut anak-anak kandung kita," kata Bunda Netty saat menjadi narasumber Sekolah Ramah Anak Sebagai Rumah Kedua dan Sekolah Tanpa Kekerasan, di SMAN 10 Bandung Jl. Cikutra No. 77 Bandung, Selasa (27/02/18).
"Gunakanlah gaya komunikasi antara orang tua dengan anak, bukan seperti atasan dengan bawahan," lanjutnya.
Selain itu, proses belajar yang menyenangkan bagi siswa menjadi poin penting kedua yang harus diprioritaskan dalam mewujudkan SRA. Poin ini dibuktikan langsung oleh Netty dengan bertanya pada siswa siswi SMAN 10. Saat Netty bertanya mata pelajaran yang paling disukai, jawaban para siswa beragam, mulai dari matematika, olahraga hingga KWU (Kewirausahaan). Namun saat ditanya alasannya, semua siswa dengan kompak menjawab karena guru mata pelajaran tersebut ramah, asyik, supel dan bersahabat.
"Nah, ibu dan bapak guru, ini yang diinginkan siswa. Nanti boleh tanya sama guru yang bersangkutan, gimana tips mengajar yang asyik, biar siswa jadi suka semua pelajaran," kata Netty.
Sedangkan hal ketiga yang harus diprioritaskan yaitu penanganan masalah. Meski SMAN 10 Bandung sudah memiliki delapan guru bimbingan konseling yang kompeten di bidangnya, namun baik siswa maupun guru harus paham bagaimana dan kemana mereka harus melapor jika terjadi sesuatu yang tidak mampu ditangani oleh pihak konseling.
"Jangan sampai ada penghapus papan tulis melayang di kelas, jangan sampai terjadi seperti di provinsi lain dimana seorang siswa tega menghabisi gurunya sendiri," ujar Netty.
Kepala sekolah SMAN 10 Bandung Ade Suryaman menuturkan, SMAN 10 telah dijadikan sekolah rujukan sejak tahun 2016, dan sejak saat itu SMAN 10 sudah berkomitmen untuk menjadi sekolah ramah anak. Memaksimalkan fungsi SRA tersebut, katanya, pada awal 2017 SMAN 10 bermetamorfosa menjadi sekolah terbuka olahraga.
"Kami mengambil dan membimbing atlet, mereka diberi kesempatan untuk latihan sekaligus belajar, sehingga bisa berprestasi secara akademik juga," tutur Ade dalam sambutannya.
Guna melengkapi infrastruktur SRA, Ade memiliki target di tahun 2018 ini untuk membangun 12 ruang kelas baru, dan merenovasi masjid sekolah agar dapat menampung 1.456 siswa saat shalat Jum’at. (hms/red)