Klik
Regulasi PPDB Sudah Jelas
BANDUNG, (faktabandungraya.com),-- Demi jaga gengsi banyak orangtua siswa memaksakan kehendak agar anaknya dapat diterima di Sekolah Negeri. Berbagai upaya dilakukan asal anaknya masuk sekolah negeri, diantaranya memalsukan Keterangan Ekonomi Tidak Mampu (KETM); membuat Sertifikat/ Piagam Prestasi Aspal (Asli Tapi Palsu). Menurut Syamsul Bachri, prilaku orangtua seperti ini, sudah mengesampingkan moralitas. Yang penting anak saya dapat diterima disekolah negeri.
Ketua Komisi V DPRD Jabar, Syamsul Bachri mengatakan, sebenarnya regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 merupakan hasil kajian dan evaluasi dari pelaksanaan PPDB tahun sebelum. Sehingga dikeluarkanlah Permendikbud 2018 yang ditindak lanjuti oleh Provinsi dengan dikeluarkannya Pergub tentang PPDB Jabar 2018.
Namun, sangat kita sayangkan dalam implentasi dilapangan, ternyata ulah para orangtua yang memaksakan kehendak agar anaknya dapat diterima di sekolah Negeri, membuat surat KETM palsu, padahal sesungguhnya mereka tidak masuk dalam katagori KETM sebagaimana ditetapkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Akhirnya menggeser dan mengambil hak orang lain yaitu anak yang benar-benar berasal dari keluarga tidak mampu.
Hal inilah yang terjadi pada pelaksanaan PPDB 2018, padahal dalam Permendikbud dan Pergub, tujuan baik untuk mengakomodasi orang-orang yang kapasitas keuangan tidak mampu agar anaknya tetap bersekolah. Tapi ternyata dimanfaatkan orang mampu," ujar Syamsul ketika ditemui wartawan di Gedung DPRD Jabar, Senin (16/7/2018).
Prilaku ortu siswa keluarga mampu ini tentunya tidak mencerminkan moralitas dan norma sosial yang baik. Namun, demi gengsi yang penting anak diterima negeri, jadi letak kesalahan itu pada masyarakat yang memanfaatkan kesempatan ini, tegas politisi PDIP Jabar asal Dapil Kab/Kota Cirebon dan Indramayu ini.
Zonase
Adapun terkait permasalahan Zonase, regulasinya juga sudah tepat, hal ini untuk membatasi calon siswa yang rumah cukup jauh dari sekolah, tetapi karena sekolah itu dianggap favorit dan unggulan tetap saja para ortu memaksakan agar anak untuk diterima. Padahal sekarang sudah tidak ada lagi sekolah favorit/ unggulan, karena pemeritah menginginkan mutu pendidikan merata.
Namun, lagi-lagi masyarakat memaksakan kehendak, dengan membuat surat keterangan pindah sementara yang dikeluarkan oleh Kelurahan dan atau kecamatan, agar jarak tempat tinggal sianak dekat dengan sekolah yang dikehendaki, agar diterima. Padahal dalam aturan cukup jelas, bahwa penentuan zonase itu berdasarkan KK (Kartu Keluarga), bukan berdasarkan Surat Keterangan Pindah Sementara (SKPS), jelasnya.
Saat ditanya, apakah permasalahan PPDB 2018 akibat minimnya sosialisasi dari pihak Disdik Jabar, menurut Syamsul, kalau dilihat dari pemberitaan di beberapa media massa (Cetak, Elektronik dan Online), tidak kurang tetapi belum maksimal. Sehingga masih banyak orangtua kurang memahami regulasi yang ada dan tetap memaksakan kehendak.
Semua masukan dan saran dari masyarakat termasuk rekan-rekan wartawan tentunya bagi kami dari Komisi V mengucapkan terima kasih dan memberikan mengapresiasi atas atensinya. Insya Allah, dalam rapat kerja dengan Dinas Pendidikan Jabar nanti akan kita sampaikan. Agar kita mengetahui sampai sejauh mana sikap dan tindakan pihak Disdik Jabar dalam mengatasi permasalahan PPDB 2018 yang baru lalu. Dengnan harapan PPDB kedepan tidak terulang kembali, tandasnya. (sein/red).
BANDUNG, (faktabandungraya.com),-- Demi jaga gengsi banyak orangtua siswa memaksakan kehendak agar anaknya dapat diterima di Sekolah Negeri. Berbagai upaya dilakukan asal anaknya masuk sekolah negeri, diantaranya memalsukan Keterangan Ekonomi Tidak Mampu (KETM); membuat Sertifikat/ Piagam Prestasi Aspal (Asli Tapi Palsu). Menurut Syamsul Bachri, prilaku orangtua seperti ini, sudah mengesampingkan moralitas. Yang penting anak saya dapat diterima disekolah negeri.
Ketua Komisi V DPRD Jabar, Syamsul Bachri mengatakan, sebenarnya regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 merupakan hasil kajian dan evaluasi dari pelaksanaan PPDB tahun sebelum. Sehingga dikeluarkanlah Permendikbud 2018 yang ditindak lanjuti oleh Provinsi dengan dikeluarkannya Pergub tentang PPDB Jabar 2018.
Namun, sangat kita sayangkan dalam implentasi dilapangan, ternyata ulah para orangtua yang memaksakan kehendak agar anaknya dapat diterima di sekolah Negeri, membuat surat KETM palsu, padahal sesungguhnya mereka tidak masuk dalam katagori KETM sebagaimana ditetapkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Akhirnya menggeser dan mengambil hak orang lain yaitu anak yang benar-benar berasal dari keluarga tidak mampu.
Hal inilah yang terjadi pada pelaksanaan PPDB 2018, padahal dalam Permendikbud dan Pergub, tujuan baik untuk mengakomodasi orang-orang yang kapasitas keuangan tidak mampu agar anaknya tetap bersekolah. Tapi ternyata dimanfaatkan orang mampu," ujar Syamsul ketika ditemui wartawan di Gedung DPRD Jabar, Senin (16/7/2018).
Prilaku ortu siswa keluarga mampu ini tentunya tidak mencerminkan moralitas dan norma sosial yang baik. Namun, demi gengsi yang penting anak diterima negeri, jadi letak kesalahan itu pada masyarakat yang memanfaatkan kesempatan ini, tegas politisi PDIP Jabar asal Dapil Kab/Kota Cirebon dan Indramayu ini.
Zonase
Adapun terkait permasalahan Zonase, regulasinya juga sudah tepat, hal ini untuk membatasi calon siswa yang rumah cukup jauh dari sekolah, tetapi karena sekolah itu dianggap favorit dan unggulan tetap saja para ortu memaksakan agar anak untuk diterima. Padahal sekarang sudah tidak ada lagi sekolah favorit/ unggulan, karena pemeritah menginginkan mutu pendidikan merata.
Namun, lagi-lagi masyarakat memaksakan kehendak, dengan membuat surat keterangan pindah sementara yang dikeluarkan oleh Kelurahan dan atau kecamatan, agar jarak tempat tinggal sianak dekat dengan sekolah yang dikehendaki, agar diterima. Padahal dalam aturan cukup jelas, bahwa penentuan zonase itu berdasarkan KK (Kartu Keluarga), bukan berdasarkan Surat Keterangan Pindah Sementara (SKPS), jelasnya.
Saat ditanya, apakah permasalahan PPDB 2018 akibat minimnya sosialisasi dari pihak Disdik Jabar, menurut Syamsul, kalau dilihat dari pemberitaan di beberapa media massa (Cetak, Elektronik dan Online), tidak kurang tetapi belum maksimal. Sehingga masih banyak orangtua kurang memahami regulasi yang ada dan tetap memaksakan kehendak.
Semua masukan dan saran dari masyarakat termasuk rekan-rekan wartawan tentunya bagi kami dari Komisi V mengucapkan terima kasih dan memberikan mengapresiasi atas atensinya. Insya Allah, dalam rapat kerja dengan Dinas Pendidikan Jabar nanti akan kita sampaikan. Agar kita mengetahui sampai sejauh mana sikap dan tindakan pihak Disdik Jabar dalam mengatasi permasalahan PPDB 2018 yang baru lalu. Dengnan harapan PPDB kedepan tidak terulang kembali, tandasnya. (sein/red).