Klik
FAKTABANDUNGRAYA.COM, SUMEDANG - Upaya yang dilakukan perusahaan tekstil PT Koriester Textile Indonesia mendapatkan apresiasi Komandan Sektor 21 Satgas Citarum Kol Inf Yusep Sudrajat, pasalnya dalam waktu 3 bulan pabrik tekstil ini mampu mendirikan IPAL secara mandiri.
"Upayanya sudah luar biasa, karena pabrik membangun IPAL mandiri, padahal sewa lahan pabrik ini tinggal 3 tahun lagi," ujar Dansektor 21 Kol Inf Yusep Sudrajat usai melihat langsung outlet IPAL PT Koriester, Jalan Raya Garut-Bandung, Sumedang, Jawa Barat, Selasa, (13/11).
Meski apresiasi diberikan atas upaya yang dilakukan PT Koriester, hal itu belumlah cukup, karena untuk hasil pengolahan limbah, Dansektor 21 menilai, hasilnya masih belum memenuhi standar parameter yang selama ini diterapkan di pabrik-pabrik yang pernah didatangi Satgas.
"Hari ini saya lihat warna air masih kurang memenuhi standar satgas citarum, temperatur limbahnya juga masih hangat," tegas Dansektor 21.
"Untuk itu, kita masih kasih waktu untuk perusahaan ini bisa memaksimalkan limbah yang dihasilkan," ujarnya.
Pabrik yang baru berjalan dua tahun ini sebelumnya sama sekali tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), selama ini limbah pabrik diolah di pabrik sebelahnya, PT Central Sandang Prima (CSP) dengan biaya 10.000,-/kubik.
Meski sudah memiliki IPAL secara mandiri, PT Koriester masih terkendala belum mengantongi IPLC (Ijin Pembuangan Limbah Cair) dari Dinas dan Pemerintah Daerah. Namun, Dansektor 21 Kol Inf Yusep Sudrajat berharap setelah dirinya mengecek operasional IPAL dan limbah yang dihasilkan, pihak LH Sumedang bisa meninjau dengan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki perusahaan, perijinan dapat segera dikeluarkan.
"Dengan adanya upaya PT ini sudah berbuat untuk lingkungan dengan membuat IPAL meski belum mendapatkan IPLC nya, selanjutnya kita berharap ada tercipta sinergi antara perijinan, pembangunan dan produksi dapat terus berjalan," kata Kolonel Yusep.
Sementara, Suratmi selaku General Manager PT Koriester mengakui bahwa IPAL yang ada saat ini belum beroperasi secara maksimal, hal itu membuat limbah yang dihasilkan masih fluktuatif. Pihaknya beralasan kurang maksimal hasil limbahnya disebabkan karena ini masa awal pengoperasian, selain itu keterbatasan lahan juga menjadikan pengolahan limbah belum sepenuhnya maksimal.
"Saya berharap dengan kedatangan Dansektor kesini dapat memberikan pembinaan dan bimbingan kepada kami, karena kendala keterbatasan lahan yang kami miliki belum bisa maksimal dalam pengolahan," ujarnya.
"Kita juga dalam masa awal pengoperasian, jadi air limbah yang dihasilkan masih bersifat fluktuatif, dan menurut dinas LH ini wajar karena baru beroperasi," ucapnya.
Untuk membangun IPAL secara mandiri, pihak perusahaan mengaku telah merogoh kocek mencapai 1,5 sampai 2 miliar rupiah. Dengan jumlah anggaran yang cukup besar dengan status lahan sewa, manajemen perusahaan berharap ijin IPLC dapat segera disetujui oleh pemerintah daerah melalui dinas terkait.
"Bukan karena besaran biaya yang sudah kami keluarkan, tapi dengan upaya yang sudah kami lakukan berharap ijin IPLC bisa keluar," ungkapnya.
"Kami juga berharap upaya yang kami lakukan mendapatkan dukungan dari semua pihak, karena jika ijin IPLC bisa didapatkan, kami akan membuat opsi membangun bak penampungan yang lebih besar, dan hal itu menjadikan sewa lahan dapat diperpanjang" sambung Ratmi.
IPAL mandiri yang dibangun PT Koriester Tekstil Indonesia menggunakan metode Kimia-Fisika, dengan daya tampung limbah sebesar 650 meter kubik. Dan memiliki 4 buah filter, Karbon aktif, pasir aktif, pasir seolid, dan injuk.
"Nanti jika ijin IPLC sudah keluar, kami akan menambah bak ekualisasi tambahan dan cooling tower. Karena untuk pengolahan limbah yang ideal masa tinggal limbah harus ada, paling tidak kapasitas pengolahan lebih besar dari jumlah limbah yang dihasilkan," kata Aep, selaku penanggung jawab IPAL. (Cuy)
"Upayanya sudah luar biasa, karena pabrik membangun IPAL mandiri, padahal sewa lahan pabrik ini tinggal 3 tahun lagi," ujar Dansektor 21 Kol Inf Yusep Sudrajat usai melihat langsung outlet IPAL PT Koriester, Jalan Raya Garut-Bandung, Sumedang, Jawa Barat, Selasa, (13/11).
Meski apresiasi diberikan atas upaya yang dilakukan PT Koriester, hal itu belumlah cukup, karena untuk hasil pengolahan limbah, Dansektor 21 menilai, hasilnya masih belum memenuhi standar parameter yang selama ini diterapkan di pabrik-pabrik yang pernah didatangi Satgas.
"Hari ini saya lihat warna air masih kurang memenuhi standar satgas citarum, temperatur limbahnya juga masih hangat," tegas Dansektor 21.
"Untuk itu, kita masih kasih waktu untuk perusahaan ini bisa memaksimalkan limbah yang dihasilkan," ujarnya.
Pabrik yang baru berjalan dua tahun ini sebelumnya sama sekali tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), selama ini limbah pabrik diolah di pabrik sebelahnya, PT Central Sandang Prima (CSP) dengan biaya 10.000,-/kubik.
Meski sudah memiliki IPAL secara mandiri, PT Koriester masih terkendala belum mengantongi IPLC (Ijin Pembuangan Limbah Cair) dari Dinas dan Pemerintah Daerah. Namun, Dansektor 21 Kol Inf Yusep Sudrajat berharap setelah dirinya mengecek operasional IPAL dan limbah yang dihasilkan, pihak LH Sumedang bisa meninjau dengan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki perusahaan, perijinan dapat segera dikeluarkan.
"Dengan adanya upaya PT ini sudah berbuat untuk lingkungan dengan membuat IPAL meski belum mendapatkan IPLC nya, selanjutnya kita berharap ada tercipta sinergi antara perijinan, pembangunan dan produksi dapat terus berjalan," kata Kolonel Yusep.
Sementara, Suratmi selaku General Manager PT Koriester mengakui bahwa IPAL yang ada saat ini belum beroperasi secara maksimal, hal itu membuat limbah yang dihasilkan masih fluktuatif. Pihaknya beralasan kurang maksimal hasil limbahnya disebabkan karena ini masa awal pengoperasian, selain itu keterbatasan lahan juga menjadikan pengolahan limbah belum sepenuhnya maksimal.
"Saya berharap dengan kedatangan Dansektor kesini dapat memberikan pembinaan dan bimbingan kepada kami, karena kendala keterbatasan lahan yang kami miliki belum bisa maksimal dalam pengolahan," ujarnya.
"Kita juga dalam masa awal pengoperasian, jadi air limbah yang dihasilkan masih bersifat fluktuatif, dan menurut dinas LH ini wajar karena baru beroperasi," ucapnya.
Untuk membangun IPAL secara mandiri, pihak perusahaan mengaku telah merogoh kocek mencapai 1,5 sampai 2 miliar rupiah. Dengan jumlah anggaran yang cukup besar dengan status lahan sewa, manajemen perusahaan berharap ijin IPLC dapat segera disetujui oleh pemerintah daerah melalui dinas terkait.
"Bukan karena besaran biaya yang sudah kami keluarkan, tapi dengan upaya yang sudah kami lakukan berharap ijin IPLC bisa keluar," ungkapnya.
"Kami juga berharap upaya yang kami lakukan mendapatkan dukungan dari semua pihak, karena jika ijin IPLC bisa didapatkan, kami akan membuat opsi membangun bak penampungan yang lebih besar, dan hal itu menjadikan sewa lahan dapat diperpanjang" sambung Ratmi.
IPAL mandiri yang dibangun PT Koriester Tekstil Indonesia menggunakan metode Kimia-Fisika, dengan daya tampung limbah sebesar 650 meter kubik. Dan memiliki 4 buah filter, Karbon aktif, pasir aktif, pasir seolid, dan injuk.
"Nanti jika ijin IPLC sudah keluar, kami akan menambah bak ekualisasi tambahan dan cooling tower. Karena untuk pengolahan limbah yang ideal masa tinggal limbah harus ada, paling tidak kapasitas pengolahan lebih besar dari jumlah limbah yang dihasilkan," kata Aep, selaku penanggung jawab IPAL. (Cuy)