Klik
Bandung,faktabandungraya.com,-- Wakil Ketua Pansus VII DPRD Jabar, H. Daddy Rohanady mengakui bahwa Pansus VII yang sedang menyusun revisi Rencana Perda RTRW Jawa Barat memang sangat hati-hati. Hal ini karena kita (dewan-red) tidak ingin kehadiran Revisi Perda RTRW akan dimanfaatkan sebagai sarana untuk melegalisasi atau pemutihan atas pelanggaran terhadap penetapan tata ruang wilayah.
“Kita tidak ingin pembahasan Raperda RTRW ini sarat dengan kepentingan dan juga disebut pemutihan, yang berdampak terhadap pelanggaran yang ada. Seperti peruntukan untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang tau-tau sudah jadi perumahan dengan adanya revisi Perda ini kemudian dirubah. Kita tidak mau jadi legitimatornya”.
Demikian dikatakan, Wakil Ketua Pansus VII DPRD Provinsi Jabar Drs. H. Dady Rohanady, saat dihubungi melalui telephone selulernya, Senin. (11/3-2019).
Dari sekian banyak Pansus yang pernah saya ikuti baik sebagai pimpinan maupun anggota Pansus, baru Pansus Revisi RTWR lah yang cukup banyak menyita waktu dan biaya. Pansus evisi RTRW mulai dibahas pada bulan November 2018, sampai kini masihjauh dari selasai. Dan bahkan sampai akhir jabatan dewan periode 2014-2019 juga belum tentu tuntas dan disahkan Perdanya, ujarnya.
Ada beberapa kendala dalam penyusunan Revisi Raperda RTWR ini, seperti adanya perbedaan data yang ada satu sama lain pada saat pembahasan.
Perbedaan data itu diketahui, ketika Pansus VII melakukan rapat kerja dengan pihak Dinas Kehutanan Jabar, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar , kita undang juga pihak Perhutani Wilayah Jabar di kantor UPT DKPP Jabar di Cikole - Lembang Kabupaten Bandung Barat pada Jumat (08/3-2019),yang membahas luasan lahan hutan terungkap bahwa data yang dimiliki Pemprov Jabar dengan Perhutani tidak klop
Wakil ketua Komisi IV Jabar ini juga mengungkapkan. Bahkan pihak Perhutani menyoroti soal angka-angka luasan lahan di Jabar yang ada 675.000 Ha hutan, sementara Kepala Dinas Kehutan Jabar mengatakan ada wali data/data induk yang dipegang oleh semua tentang itu. Namun, saat itu, saya katakan, kalau memang ada wali data tentunya semua data yang diklaim oleh pihak perhutani , Dinas Kehutanan Jabar maupun oleh Kab/kota, kita berharap angkanya sama.
”Pansus VII tidak ingin angka yang tidak sama , sebagaimana pernah terjadi dengan data jumlah penduduk, yang sempat ramai, karena ada yang bilang 42 juta, tapi ada juga yang bilang 45 juta jiwa. Kita tidak ingin terjadi juga di data luasan lahan hutan,” Tegasnya.
Kita tidak ingin pembahasan Raperda RTRW ini serat dengan kepentingan dan juga disebut pemutihan, yang berdampak terhadap pelanggaran yang ada. Seperti peruntukan untuk RTH tau-tau jadi perumahan dengan adanya revisi Perda ini kemudian dirubah. Hal ini kita tidak mau jadi legitimator, tegas Daddy yang juga wakil Ketua Komisi IV DPRD Jabar ini.
Perlu diketahui, sampai saat ini Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jabar baru seluas 22%, sedangkan berdasarkan regulai harus seluas 30%. Belum tercapainya RTH 30% tentunya menjadi kendala dalam penyusunan Raperda RTRW. (sein).
“Kita tidak ingin pembahasan Raperda RTRW ini sarat dengan kepentingan dan juga disebut pemutihan, yang berdampak terhadap pelanggaran yang ada. Seperti peruntukan untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang tau-tau sudah jadi perumahan dengan adanya revisi Perda ini kemudian dirubah. Kita tidak mau jadi legitimatornya”.
Demikian dikatakan, Wakil Ketua Pansus VII DPRD Provinsi Jabar Drs. H. Dady Rohanady, saat dihubungi melalui telephone selulernya, Senin. (11/3-2019).
Dari sekian banyak Pansus yang pernah saya ikuti baik sebagai pimpinan maupun anggota Pansus, baru Pansus Revisi RTWR lah yang cukup banyak menyita waktu dan biaya. Pansus evisi RTRW mulai dibahas pada bulan November 2018, sampai kini masihjauh dari selasai. Dan bahkan sampai akhir jabatan dewan periode 2014-2019 juga belum tentu tuntas dan disahkan Perdanya, ujarnya.
Ada beberapa kendala dalam penyusunan Revisi Raperda RTWR ini, seperti adanya perbedaan data yang ada satu sama lain pada saat pembahasan.
Perbedaan data itu diketahui, ketika Pansus VII melakukan rapat kerja dengan pihak Dinas Kehutanan Jabar, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar , kita undang juga pihak Perhutani Wilayah Jabar di kantor UPT DKPP Jabar di Cikole - Lembang Kabupaten Bandung Barat pada Jumat (08/3-2019),yang membahas luasan lahan hutan terungkap bahwa data yang dimiliki Pemprov Jabar dengan Perhutani tidak klop
Wakil ketua Komisi IV Jabar ini juga mengungkapkan. Bahkan pihak Perhutani menyoroti soal angka-angka luasan lahan di Jabar yang ada 675.000 Ha hutan, sementara Kepala Dinas Kehutan Jabar mengatakan ada wali data/data induk yang dipegang oleh semua tentang itu. Namun, saat itu, saya katakan, kalau memang ada wali data tentunya semua data yang diklaim oleh pihak perhutani , Dinas Kehutanan Jabar maupun oleh Kab/kota, kita berharap angkanya sama.
”Pansus VII tidak ingin angka yang tidak sama , sebagaimana pernah terjadi dengan data jumlah penduduk, yang sempat ramai, karena ada yang bilang 42 juta, tapi ada juga yang bilang 45 juta jiwa. Kita tidak ingin terjadi juga di data luasan lahan hutan,” Tegasnya.
Kita tidak ingin pembahasan Raperda RTRW ini serat dengan kepentingan dan juga disebut pemutihan, yang berdampak terhadap pelanggaran yang ada. Seperti peruntukan untuk RTH tau-tau jadi perumahan dengan adanya revisi Perda ini kemudian dirubah. Hal ini kita tidak mau jadi legitimator, tegas Daddy yang juga wakil Ketua Komisi IV DPRD Jabar ini.
Perlu diketahui, sampai saat ini Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jabar baru seluas 22%, sedangkan berdasarkan regulai harus seluas 30%. Belum tercapainya RTH 30% tentunya menjadi kendala dalam penyusunan Raperda RTRW. (sein).