Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Pemilu 2024 Sudah Dirasa Dekat

Selasa, 01 Juni 2021 | 20:28 WIB Last Updated 2021-06-01T13:28:08Z
H.Syahrir, SE, M.I.Pol (anggota DPRD Provinsi Jabar ), (foto:istimewa)

 Oleh : H. Syahrir, SE, M.I.Pol (Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat)

Walaupun kegiatan Pemilihan Umum 2024 masih lama untuk dilaksanakan namun bibit-bibit upaya penggembosan atau pemboikotan kepada Pemilu 2024 sudah mulai terlihat.

Adanya pihak-pihak tertentu yang merasa tidak puas dengan kinerja pimpinan nasional dan daerah maupun kinerja anggota legislatif hasil pemilu yang kurang optimal dalam memperjuangkan tuntutan rakyat serta alasan lainnya yang menjadi pemicu adanya upaya pemboikotan kepada terlaksananya Pemilu 2024.

Upaya pemboikotan ini tentunya akan melahirkan peningkatan jumlah golongan putih atau yang kita kenal sebagai GOLPUT.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Sufmi Dasco Ahmad beberapa waktu yang lalu mengemukakan pendapat telah adanya indikasi upaya-upaya untuk pemboikotan terhadap Pemilu 2024.

Beliau juga berpendapat bahwa walaupun golput merupakan pilihan politik, namun siapapun yang mengajak seseorang menjadi golput agar tidak menggunakan hak pilihnya merupakan pelanggaran kepada Undang-Undang.

Lebih lanjut beliau mengajak semua pihak agar menggunakan hak politiknya sebaik mungkin dan mengabaikan ajakan golput. Baginya, golput bukanlah sifat ksatria dan bukan solusi memperbaiki kondisi negeri.

Di kancah perpolitikan Indonesia, golput jadi istilah yang populer dikampanyekan pada saat pemerintahan Orde Baru di bawah rezim Soeharto. Isu golput waktu itu ramai digaungkan oleh gerakan mahasiswa kepada masyarakat untuk tidak terlibat dalam pemilihan politik yang diselenggarakan pemerintahan Orde Baru.

Faktor yang membuat golput menguat kala itu karena ketiga partai yang terlibat pemilu saat itu, seperti Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia, merupakan partai boneka dari kepentingan Soeharto sebagai presiden.

Sejauh ini, beberapa alasan yang paling kuat dari orang-orang yang bakal golput pada Pemilu 2024 adalah karena kecewa dengan kepemimpinan yang ada dan rendahnya daya juang anggota legislative dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.

Selain itu sesungguhnya masih ada tiga faktor lain yang menyebabkan seseorang menjadi golput, pertama masalah teknis, misalnya tidak terdaftar, waktu pencoblosan sedang ada halangan, misalnya sakit atau lainnya. Kedua masalah pengetahuan. Tidak tau informasi tentang Pilpres, Pileg,  atau pemilihan lainnya. Ketiga masalah kesadaran di mana dari calon yang ada, namun tidak ada yang sesuai dengan harapannya.

Masing-masing faktor tersebut membutuhkan solusi yang berbeda-beda. Misalnya saja untuk masalah teknis, solusinya dengan cara memaksimalkan proses pendaftaran, sehingga tidak ada lagi pemilih yang tidak terdaftar. Lalu, bagi warga yang sakit, penyelenggara harus pro aktif untuk memberikan kesempatan bagi yang sakit untuk mencoblos di hari H pemilu.

Sementara masalah kurangnya pengetahuan pemilih bisa dilakukan melalui sosialisasi yang intens dan maksimal tentang urgensi partisipasi dalam pemilu. Adapun golput karena kesadaran pemilih akibat calon pemimpinnya yang tidak sesuai harapan, maka perlu langkah komprehensif khususnya dari partai politik untuk menawarkan calon pemimpin yang kredibel, berintegritas, dan memiliki kapasitas sesuai dengan harapan masyarakat.

Masalah golput yang disebabkan karena faktor kesadaran, untuk mengubahnya memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu proses panjang yang harus dilakukan oleh semua pihak, khususnya partai politik sebagai salah satu pihak yang bertanggungjawab atas munculnya calon pemimpin, yang bagi pelaku golput mengecewakan melalui agregasi dan artikulasi aspirasi masyarakat, sehingga pilihan partai sesuai dengan pilihan masyarakat.Tidak kalah pentingnya juga adalah peran civil society dan tokoh masyarakat untuk meyakinkan warga tentang urgensi memilih.

Misalnya perlunya sosialisasi tentang peran orang-orang baik apabila tidak memilih, berarti memberi kesempatan para penjahat untuk menguasai negeri ini.

Terkait dengan sosialisasi pemilu, maka dibutuhkan beberapa media yang dapat digunakan sebagai penunjang. Media sosialisasi pemilu salah satunya adalah media nasional dan daerah yang mensosialisasikan pemilu ke berbagai sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia.

Informasi juga dilakukan dengan merekrut agen sosialisasi, memasang poster dan spanduk, melakukan kegiatan bersama agen sosialisasi, dan menambah jumlah TPS. Selain itu KPU menyebarkan informasi kegiatan sosialisasi ini kepada media massa untuk diliput dan dipublikasikan.

Tujuannya melibatkan masyarakat untuk berperan bagi kesuksesan pemilu. Media TV dan radio perlu membuat program yang membantu sosialisasi pemilu seperti acara debat terbuka semua partai peserta pemilu di slot khusus yang disediakan pemerintah, lalu jelaskan program dan komitmen pro rakyat mereka.

Hal penting lainnya adalah KPU dan media diupayakan merancang dengan sistematis program yang dapat mempersuasi masyarakat agar berpartisipasi dalam pemilu 2024. Disarankan media membuat program yang bersifat interaktif dan menarik berdasarkan selera masyarakat lokal dan untuk pemahaman bersama tentang pemilu 2024. (*)

×
Berita Terbaru Update