BANDUNG, Faktabandungraya.com,--
Para dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung yang
tergabung dalam Forum Dosen SBM ITB mengajukan petisi serta mosi tidak percaya
serta meminta pemberhentian Muhamad Abduh sebagai Wakil Rektor Bidang Keuangan,
Perencanaan, dan Pengembangan (WRURK) Institut Teknologi Bandung, Senin, (29/11/2021).Kampus ITB ( foto:istimewa).
Koordinator Petisi Para Dosen, Budi Permadi Iskandar yang juga merupakan dosen senior serta salah satu pendiri SBM ITB dalam press release yang diterima, menilai bahwa kebijakan WRURK dipandang mengancam masa depan SBM ITB.
Kebijakan yang disoroti hingga
berakibat keluarnya petisi karena menghentikan keberdayaan sekolah bisnis itu
melalui surat peraturan yang kontradiktif dengan peraturan Majelis Wali Amanat
001/PER/1-MWA/HK/2019 pasal 5.
"Di mana dalam peraturan
tersebut disebutkan organisasi ITB harus mencerminkan semangat entrepreneurial university, yang mengharuskan
ITB fleksibel, responsif dengan kualitas layanan yang bermutu tinggi,
professional dan akuntabel. Peraturan ini akan membuat SBM ITB menjadi sulit
memenuhi standar internasional," beber Budi.
Diakui Budi yang menjadi juru
bicara Forum Dosen Petisi itu, pada masa awal pendiriannya SBM diberi kewenangan
mengelola 80 persen pendapatan. Namun, lanjutnya, seiring waktu kewenangan ini
berubah menjadi 70 persen untuk SBM.
"Kebijakan saudara Abduh
ini, mengurangi kewenangan pengelolaan dana kepada SBM menjadi sekitar 60
persen. Dan peraturan ini menjadikan SBM sebagai unit fakultas sapi
perah," tandasnya.
Dengan menerbitkan surat
tersebut, para dosen SBM ITB menganggap bahwa WRURK tidak mengindahkan hirarki
peraturan yang berlaku di ITB. Bahwa terdapat surat WRURK
1627/IT1.B06/KU.02/2021 membatalkan Peraturan Rektor 016/PER/I1.A/KU/2015.
"Apa isi Peraturan Rektor
Nomor 016/2015, pasal 2 ayat 3? Peraturan ini memperkenankan SBM untuk
mengembangkan sistem manajemen tersendiri dimana standar biaya adalah alat
untuk memotivasi dan mengendalikan kegiatan dosen baik secara swadana dan
swakelola," tuturnya Budi.
Ditambahkan, kemandirian SBM
sejauh ini dapat dibuktikan dengan meraih berbagai penghargaan dan dua
akreditasi internasional yakni ABEST 21 dan AACSB. Maka pihaknya mengharapkan,
kemandirian ini juga diterapkan oleh fakultas atau sekolah lain yang ingin berkembang,
bahkan bisa menjadi contoh bagi perguruan tinggi lain di Indonesia.
"Setelah surat saudara Abduh
diterbitkan, Rektor ITB memberikan dasar hukum kepada langkah WRURK dengan
menghapuskan pasal 2 ayat 3 yang tadi disebutkan. Artinya, Rektor menutup
kemungkinan Fakultas atau Sekolah untuk menjadi satuan kerja yang mandiri baik
Swadana dan Swakelola untuk selama-lamanya. Hal itu akan menimbulkan kesulitan
dalam mempertanggungjawabkan komitmen SBM dalam menjalankan Tridharma Perguruan
Tinggi," ujarnya.
Budi menuturkan, karena peraturan
baru ini memaksa SBM untuk meninggalkan etos kerja yang sudah dihayati dan
hilangnya kemampuan untuk mempertahankan standar karena ketiadaan sumber daya.
Dan yang terpenting, memaksa SBM untuk mengkhianati janji kualitas pendidikan
kepada para orang tua mahasiswa dan para mahasiswa.
"Petisi ini juga muncul dari
keinginan untuk bertanggung jawab kepada para orang tua, para mahasiswa, para
alumni dan masyarakat umum," tegasnya.
"Surat petisi yang
ditandatangani oleh para dosen SBM itu, bentuk kekecewaan karena pihak Rektorat
ITB menutup jalur komunikasi baik yang dilakukan secara formal maupun informal.
Dan kebijakan itu akan merugikan masa depan ITB, karena ITB baru saja
mendapatkan akreditasi internasional AACSB, yang membuat ITB sejajar dengan 5
persen universitas terbaik di dunia sebagai penyelenggara pendidikan bisnis
bermutu internasional," jelasnya.
Budi berharap dan menginginkan
reputasi ITB yang telah dijaga selama lebih dari seratus tahun harus
dipertahankan dengan menunjukkan pembelajaran yang terbaik, inovasi yang terus
mengalir, pengabdian yang tidak pernah berhenti, dan inovasi institusi
pendidikan.
"Bahkan keteladanan ITB
sudah dan harus terus dibangun dari kinerja institusi yang dikembangkan oleh
para pimpinannya secara demokratis. Maka itu, kami para dosen memohon agar
saudara Muhamad Abduh diberhentikan dan Peraturan Rektor 1162/IT1.A/PER/2021
dicabut," pungkasnya. (**)