Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Asia Small Tea Growers Conference 2023, Negara Produsen Teh Asia Bakal Kolaborasi Menghadapi Tantangan Global

Kamis, 24 Agustus 2023 | 13:26 WIB Last Updated 2023-08-24T06:26:59Z


BANDUNG, faktabandungraya.com
,- Kota Bandung menjadi tuan rumah acara Asia Small Tea Growers Conference 2023, Rabu, (23/8/2023), di Hotel Savoy Homann, jalan Asia Afrika kota Bandung. 


Acara ini dihadiri para delegasi Asia Tea Alliance (ATA) dari berbagai negara dan tamu undangan dari perwakilan stakeholder sektor teh di Indonesia.


Asia Tea Alliance (ATA) adalah aliansi organisasi teh dari negara-negara produsen dan konsumen teh utama di Asia. 


Aliansi ini secara rutin menyelenggarakan pertemuan tahunan yang memberikan wadah untuk saling memperkuat hubungan yang menguntungkan, dengan cara berbagi informasi, promosi perdagangan untuk meningkatkan konsumsi teh, meningkatkan pertukaran teknologi, sehingga terjadi kerjasama antar negara yang saling mendukung untuk menciptakan sektor teh yang lebih kompetitif dan berkelanjutan di Asia. 


Asia Tea Alliance (ATA) berdiri pada tahun 2019 yang beranggotakan enam negara penghasil teh dunia, diantaranya India yang diwakili oleh Indian Tea Association (ITA), China diwakili oleh China Tea Marketing Association (CTMA), Indonesia diwakili oleh Indonesia Tea Marketing Association (ITMA), Bangladesh diwakili oleh Bangladesh Tea Association (BTA), Nepal diwakili oleh Nepal Tea Producers’ Association, dan Sri Lanka diwakili oleh The Planters’ Association of Ceylon.


Tahun 2023, Indonesia, bertempat di kota Bandung berkesempatan menjadi tuan rumah pertemuan tahunan Asia Tea Alliance (ATA), yang diselenggarakan bersamaan dengan Asia Small Tea Growers Conference 2023. 


Acara ini terlaksana atas kolaborasi Solidaridad Asia, Business Watch Indonesia (BWI), Indonesian Tea Marketing Association (ITMA), Dewan Teh Indonesia (DTI) dan Paguyuban Tani Lestari. 


Konferensi tahun ini mengangkat tema "Multistakeholder cooperation for tea sector in Asia”, dengan fokus pada pemberdayaan petani teh kecil dan potensi untuk menciptakan bentuk kerjasama yang melibatkan berbagai pihak dalam industri teh di Asia. 


Di dalamnya ada produsen teh, perusahaan pengolahan, pemerintah, lembaga riset, organisasi non-pemerintah, petani teh, dan konsumen.


Potensi kolaborasi yang akan dilakukan oleh berbagai pihak dan sesuai dengan tujuan ATA, meliputi:

- Mengembangkan kerja sama di antara anggota Aliansi untuk mendorong produksi dan perdagangan teh hitam dan teh hijau yang efisien, ekonomis, dan berkelanjutan sesuai dengan standar keberlanjutan, hukum nasional, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs).


- Memberikan rekomendasi kebijakan untuk melindungi kepentingan ekonomi dan bisnis baik dari produsen teh kecil atau besar serta menciptakan kondisi persaingan usaha yang adil.


- Mendukung peningkatan konsumsi teh, kerjasama dari berbagai pihak untuk peningkatan konsumsi teh hijau dan teh hitam yang berkelanjutan dengan menyelenggarakan event bersama dan meningkatkan kesadaran konsumen terkait produk teh.


- Peningkatan Kualitas Teh, Aliansi ini (ATA) dapat membantu berbagi pengetahuan dan teknik terbaik dalam budidaya, pemrosesan, dan penyimpanan teh, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas teh yang dihasilkan.


- Inovasi Teknologi, dalam kerjasama dengan lembaga riset dan teknologi, ATA dapat merangsang pengembangan teknologi baru untuk meningkatkan efisiensi produksi, mengurangi dampak lingkungan, dan meningkatkan keberlanjutan industri teh.


- Pengembangan Pasar, Aliansi ini (ATA) bisa membantu dalam promosi teh Asia di pasar global, membantu para produsen (terutama produsen kecil) mengidentifikasi peluang pasar baru dan mengatasi hambatan perdagangan.


- Pengurangan Dampak Lingkungan, kerjasama dapat mencakup strategi bersama untuk mengurangi dampak lingkungan dari industri teh, seperti pengelolaan limbah, penggunaan air yang efisien, praktik pertanian berkelanjutan dan isu karbon pada sektor Teh.


Managing Director Solidaridad Asia, Dr. Shatadru Chattopadhayay, saat Press Conference mengatakan, Solidaridad merasa terhormat mendapatkan peran sebagai penyelenggara netral Asia Tea Alliance (ATA), sebuah inisiatif terobosan yang menyatukan produsen teh kecil dan besar di benua Asia. 


"Dalam tahun-tahun mendatang, kami percaya ATA akan muncul sebagai salah satu forum penting untuk mengatasi masalah yang sama, ketertarikan, dan aspirasi industri teh Asia," kata Shatadru Chattopadhayay.


"Visi kami jelas, ATA akan berada pada garis terdepan dalam mendukung produksi yang efisien, ekonomis, dan rutin, serta pasokan teh yang berkelanjutan dan berkualitas tinggi untuk konsumen," tegas Shatadru Chattopadhayay.


Lebih lanjut Shatadru Chattopadhayay mengatakan, namun demikian, komitmen pihaknya lebih dari sekedar konsumsi, "Kami berdedikasi untuk meningkatkan penghidupan dan kondisi kerja untuk pekerja teh dan memastikan pendapatan yang adil bagi produsen teh," ujarnya.


"Bersama-sama kami menciptakan masa depan yang menunjukkan kemajuan, keberlanjutan, dan kesuksesan bersama," pungkas Shatadru Chattopadhayay.


Saat ini tren konsumsi teh global terus meningkat, tetapi kondisi sektor teh di tanah air justru semakin melesu. 


Penurunan kinerja telah dialami oleh tiga pelaku utama sektor teh, yaitu Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta, dan Perkebunan Rakyat. 


Kendati demikian, petani kecil yang mengelola kebun secara mandiri merupakan pihak yang paling rentan. 


Petani dengan sederet keterbatasan modal, kemampuan dan teknologi, umumnya kurang luwes dalam menghadapi kondisi pasar yang dinamis.


Hampir separuh (46%) perkebunan teh Indonesia digarap oleh petani, sedangkan 34% dikelola oleh negara, dan 20% dikelola oleh swasta. 


Meskipun mempunyai area perkebunan terluas, ironisnya produktivitas kebun teh rakyat justru yang paling kecil. 


Dari 144.064 ton produksi teh kering Indonesia pada 2020, 40% dihasilkan oleh Perkebunan Besar Negara, 35% oleh Perkebunan Rakyat, dan 25% oleh Perkebunan Besar Swasta (BPS 2021).


Hal ini terjadi, karena mayoritas petani teh masih menjual pucuk basah, sehingga belum ada nilai tambah produk. 


Selain itu, harga masih bergantung pada pengepul di daerah masing-masing, akibatnya petani seringkali menerima berapapun harga yang ditentukan pengumpul atau pabrik pengolahan. 


Tak heran bila sejumlah petani meninggalkan kebun teh mereka, dan mencari alternatif pekerjaan lain, seperti buruh, karyawan, atau jadi pedagang. 


Generasi muda pun tidak tertarik melanjutkan kebun teh yang sudah menjadi warisan turun-temurun, kebanyakan dari mereka memilih merantau untuk mendapat upah lebih baik.


Ketua Paguyuban Tani Lestari, Waras Paliant mengatakan, posisi petani berada di paling ujung rantai pasok dengan segala keterbatasannya. 


"Ketergantungan yang besar pada pelaku lain juga semakin menempatkan mereka pada posisi tawar yang rendah," kata Waras Paliant.


"Jadi harus ada solusi inovatif untuk mengubah kondisi tersebut, salah satunya adalah seperti yang paguyuban lakukan bersama para petani dengan membangun produk teh rakyat yang telah kami beri nama ‘Teh nDeso’," ujar Waras Paliant.


Waras Paliant menambahkan, melalui event Asia Small Tea Growers Conference 2023, pihaknya akan mengumumkan rencana melakukan ekspansi pasar ke Jawa Barat dan launching brand Teh Juwara


Di lain sisi, membanjirnya impor teh di pasar Indonesia juga karena konsumen Indonesia lebih menghendaki produk teh dengan harga murah. 


Hal itu membuat para pengusaha minuman bahan baku teh, lebih pilih mengimpor teh berkualitas rendah dengan harga murah. 


Jika kondisi ini berlanjut, tentu dapat merugikan sektor teh Indonesia dan berdampak negatif bagi seluruh petani teh.


Sedangkan Direktur Eksekutif ITMA (Indonesian Tea Marketing Association) Veronika Ratri menjelaskan, ITMA akan selalu memberikan support pada produk teh rakyat, karena masa depan industri teh Indonesia sangat bergantung pada Perkebunan Rakyat, mengingat dominasi kepemilikan lahan ada pada mereka. 


"Maka dari itu, kami mengajak generasi muda terutama yang bergerak di sektor F&B, Kafe, dan UKM pangan untuk ikut 

membantu mempromosikan dan menggunakan produk yang dihasilkan dari teh rakyat," kata Veronika Ratri.


Sedikit demi sedikit, para petani kini mulai menyadari peran penting mereka di rantai pasok dan melakukan upaya perbaikan kolektif melalui kelompok atau koperasi tani. 


Di antaranya dengan mendayagunakan koperasi sebagai pengumpul untuk memangkas rantai pasok, mengimplementasikan Good Agricultural Practice, hingga diversifikasi produk untuk meningkatkan nilai tambah hasil panen.


Terkait dengan Asia Small Tea Growers Conference 2023, konsern atau keprihatinan yang perlu diperhatikan terutama dalam konteks teh rakyat atau smallholder teh adalah:


- Harga yang Adil, kerjasama ini harus memastikan bahwa petani teh mendapatkan harga yang adil untuk produk mereka, persaingan dan dinamika pasar mungkin mempengaruhi harga teh, dan aliansi harus mencari cara untuk melindungi kepentingan smallholder.


- Pemberdayaan Petani Teh, selain memberikan pelatihan, penting juga untuk memberdayakan petani teh dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kerjasama dan membuat keputusan yang berpengaruh pada masa depan mereka.


- Keberlanjutan Lingkungan, pengembangan dan pertumbuhan industri teh tidak boleh merusak lingkungan serta menekankan pada pertanian yang berkelanjutan.


- Gerakan konsumsi teh rakyat, stop impor teh, mulai konsumsi teh rakyat yang berkualitas dan langsung diproduksi oleh petani teh Indonesia.


Sedangkan Ketua Umum Dewan Teh Indonesia (DTI) Rachmad 

Gunadi mengatakan, pihaknya sangat senang menjadi tuan rumah Konferensi Petani Teh Asia 2023 di kota Bandung. 


"Konferensi ini memberikan platform unik dan inovatif bagi para pelaku industri untuk bertukar ide, membangun kemitraan dan bekerja bersama-sama untuk kesejahteraan komunitas petani teh di Asia dan khususnya Petani Teh di Indonesia," pungkas Rachmad Gunadi.

×
Berita Terbaru Update