![]() |
Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Bandung menghadiri acara Evaluasi Kinerja BUMD Kota Bandung Tahun 2024, di Hotel The Trans Bandung, Kamis, 24 Juli 2025. (Foto:Humpro) |
Dari eksekutif hadir Wali Kota Bandung
Muhammad Farhan, Wakil Wali Kota Bandung H. Erwin, Sekda Kota Bandung Iskandar
Zulkarnaen, Bagian Perekonomian Setda Kota Bandung. Dari BUMD hadir para
direksi dan komisaris dari Perumda Tirtawening, Perumda Pasar Juara, Perumda
Bank Bandung, serta PT Bandung Infra Investama (BII) Perseroda.
Penilaian
Dalam evaluasi kinerja BUMD itu,
Sekretaris Komisi II Asep Sudrajat mengatakan, dewan menyoroti fokus pada
peningkatan pendapatan, efisiensi operasional, kualitas pelayanan publik, tata
kelola yang baik, dan kontribusinya terhadap pembangunan Kota Bandung.
Masing-masing BUMD perlu mendapatkan sorotan rekomendasi yang spesifik sesuai
dengan kondisi potensi masing-masing.
“Kami di Komisi II memang di
waktu-waktu terakhir, bulan-bulan kemarin, banyak juga mendapatkan masukan atau
banyak juga mendapatkan aspirasi dari masyarakat berkaitan dengan beberapa
BUMD. Tapi pada prinsipnya kita mendorong tentang bagaimana kehadiran BUMD yang
ada di Kota Bandung ini salah satunya terus memberikan kontribusi,” tutur pria
yang akrab disapa Kang Upep itu.
Dalam hasil evaluasi yang dipaparkan tim
dari Universitas Islam Bandung, Kang Upep melihat sejumlah hasil laporan yang
menunjukkan banyak penilaian cukup bagus bagi kinerja BUMD Kota Bandung.
Bilamana sesuai, ia meminta prestasi itu dipertahankan. “Kalau ada
penilaian-penilaian yang kurang, ini menjadi evaluasi bersama,” ujarnya.
Layanan
Publik
Sementara Anggota Komisi II Asep Robin
memberikan kesimpulan bahwa BUMD Kota Bandung harus bertransformasi melalui
audit total, inovasi digital, optimalisasi aset, dan sinergi dengan masyarakat.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan kontribusi yang
signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Bandung.
“Melihat dari paparan tadi ada yang
cukup mengelitik bagi saya. Ada PT BII yang mengaku dirinya sudah sehat. Saya
kira tidak cukup sehat saja, tetapi bagaimana bisa memberikan manfaat yang
optimal bagi masyarakat, termasuk bagi Pemerintah Kota Bandung. Jadi jangan
sudah sehat, berhenti. Jadi saya kira khusus yang tadi jangan mengaku sehat
dulu, tetapi bagaimana bisa memberikan manfaat,” ujarnya.
Untuk Perumda Tirtawening, Asep Robin
mendorong dilakukannya audit independen dan audit operasional keuangan oleh
pihak ketiga di seluruh elemen BUMD yang sebelumnya bernama PDAM Tirtawening
itu. Selain itu, ia merekomendasikan seleksi ulang manajemen yang diperlukan,
optimalisasi diversifikasi pendapatan, serta pemanfaatan aset tidak produktif
melalui kerjasama yang strategis.
“Karena di Tirtawening saat ini banyak
aset yang tidur dan tidak bisa produktif bagi penghasilan daripada Perumda
tersebut. Kembangkan layanan dan produktif sesuai dengan kebutuhan,” ujarnya.
Dari segi layanan publik, Tirtawening
juga diminta untuk fokus mengurangi keluhan pelanggan. Hingga saat ini masih
banyak masyarakat yang menyampaikan aspirasinya terkait tersendatnya pasokan
air Perumda Tirtawening ke rumah pelanggan.
“Masih banyak sampai ke telinga saya
bahwa masyarakat membayar PDAM itu bukan untuk bayar air. Karena airnya masih,
saminggu hurung (mengalir), saminggu henteu (tidak), gitu. Boro-boro untuk bisa
memberikan pelayanan yang maksimal, ternyata airnya pun yang dialirkan ke
masyarakat masih untut-untutan. Masih beli halusinasi,” katanya.
Terkait Perumda Pasar Juara, Asep
Robin memberikan rekomendasi menyoal piutang dan masalah-masalah perjanjian
kerja sama (PKS) dengan pihak ketiga. Ia merekomendasikan pembuatan aspek legal
yang menyangkut harmonisasi serta penyesuaian terhadap peraturan daerah serta
peraturan perusahaan. Perlu juga disusun beberapa peraturan dari Kota Bandung
berdasarkan amanah dari Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2020 tentang Perumda
Jasa Juara. Selanjutnya ia juga menanyakan terkait penentuan jumlah tarif jasa
pelayanan fasilitas pasar.
“Sampai saat ini penentuan mengenai
jumlah tarif jasa pelayanan fasilitas pasar berdasarkan ketentuan yang ada
dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 sehingga perlu adanya kajian lebih
lanjut dan mengenai penetapan jumlah tarif jasa pelayanan fasilitas pasar,”
ujar Asep Robin.
PAD
Sementara itu, Anggota Komisi II Siti
Marfuah mengamati hasil analisis kinerja secara riil di tahun 2025, mayoritas BUMD
Kota Bandung menghadapi kendala serupa terutama kinerja keuangan yang belum
maksimal. Kontribusi perusahaan pelat merah itu terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) juga masih terbatas.
“Kalau tadi kita simak paparan ya
hanya baru mencapai satu persen dari penyertaan modal sehingga ini perlu
ditingkatkan tentunya. Nah, ini tentunya perlu adanya reformasi manajemen. Yang
jadi pertanyaannya adalah bagaimana strategi BUMD ini agar bisa meningkatkan
kinerja kemudian memberikan kontribusi juga yang signifikan terhadap PAD,”
katanya.
Siti Marfuah menilai, apabila
kontribusi BUMD cukup signifikan terhadap PAD tentunya program yang bisa
terealisasi akan lebih banyak. Untuk Perumda Tirtawening, ia mempertanyakan
kebutuhan ideal saluran air bersih yang harus disediakan untuk kebutuhan
seluruh warga masyarakat Kota Bandung. Diperlukan data, rencana induk pemetaan
jaringan, dan potensi sumber air yang dikelola sehingga mampu mencukupi suplai
ketersediaan air bersih untuk semua masyarakat Kota Bandung.
“Kenapa? Karena kenyataannya di
lapangan masih banyak masyarakat yang mengeluh tentang tidak ngocornya air.
Mungkin kalau dibuka itu hampir setiap hari laporan oleh masyarakat. Kemudian
juga bagaimana rencana aksinya yang dilakukan Perumda Tirtawening dalam
mengakses hal itu?” tuturnya.
Untuk Perumda Pasar, ia menakar hasil
evaluasi yang terlihat belum sehat tetapi sudah ada peningkatan dari 2024. Siti
Marfuah menanyakan strategi sistem pengelolaan pasar agar bisa meningkatkan
kontribusi terhadap PAD karena aspek kinerja masih belum masuk ke dalam
kategori sehat, terutama di aspek keuangan dan operasional yang masih belum
mendapatkan skor yang maksimal.
Rencana revitalisasi pasar tradisional
juga kembali diungkap. Sebab, ia melihat saat ini masih banyak pasar
tradisional yang kurang menarik. Belum lagi terkait laporan-laporan dari
paguyuban pedagang yang mengeluhkan adanya revitalisasi yang masih belum dilihat
berkeadilan, karena versi Perumda Pasar dengan versi para pedagang belum
menemukan titik temu.
“Bagaimana langkah-langkah dan
upayanya supaya ketika pun ada revitalisasi SOP dalam step-step-nya bisa
dilakukan sehingga terjalin komunikasi yang berakhir kemudian sepakat dan bisa
menghadirkan peningkatan di progress Perumda Pasar,” tutur Siti Marfuah.
PPPK
Dalam forum evaluasi BUMD itu, Anggota
Komisi II M. Bagja Jaya Wibawa mengajak Bank Bandung untuk mempelajari pola
kinerja yang diterapkan di Bank Bekasi. Disebutkan, Bank Bekasi melakukan
sistem penggajian atau payroll bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Khusus
(PPPK) Pemkot Bekasi.
“Saya rasa ini bagus dan baik jika
kita tiru PPPK Kota Bandung khususnya, kita gaji saja oleh Bank Bandung. Ini
sebagai masukan saja. Tentu jika penggajian akan dilakukan oleh Bank Bandung
mulai dari PPPK, ini akan menambah dividen. Peningkatan volume transaksi tentu
akan meningkat, dan yang terakhir potensi penawaran pinjaman akan semakin
meluas,” tutur Bagja. (Editor/red).