![]() |
Rapat paripurna DPRD Kota Bandung, (foto:humpro). |
Menurutnya, seluruh komponen
penghasilan yang diterima anggota dewan, termasuk tunjangan perumahan, bukanlah
tambahan semata melainkan bentuk pemenuhan hak normatif yang diatur oleh
peraturan perundang-undangan.
Yasa menjelaskan, kebijakan pemberian
tunjangan perumahan bagi anggota DPRD Kota Bandung didasarkan pada Pasal 15
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan
Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Aturan tersebut kemudian diturunkan
dalam Pasal 15 ayat (1) Perda Kota Bandung Nomor 6 Tahun 2017 dan dijabarkan
secara teknis melalui Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 5 Tahun 2023.
“Pemerintah Daerah Kota Bandung hanya
melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan. Jadi bukan kebijakan yang
muncul begitu saja, melainkan ketentuan normatif yang berlaku secara nasional,”
ujar Yasa, Rabu, 10 September 2025.
Yasa menuturkan, tunjangan perumahan
diberikan khusus bagi anggota DPRD yang tidak difasilitasi rumah dinas.
Besarannya ditetapkan dengan memperhatikan asas kewajaran, kepatutan, serta
kemampuan keuangan daerah.
“Tunjangan ini bukan bentuk tambahan
penghasilan semata. Pada dasarnya, anggota DPRD berhak atas rumah dinas. Karena
fasilitas itu tidak tersedia, maka diberikan tunjangan perumahan sesuai standar
yang berlaku,” jelasnya.
Yasa menjelaskan, besaran tunjangan
maupun komponen penghasilan lain yang diterima dewan tidak ditentukan secara
sepihak. Seluruhnya sudah melalui mekanisme hukum, mulai dari PP, Perda, hingga
Perwal yang disusun berdasarkan asas keterbukaan dan akuntabilitas.
“Setiap rupiah yang diterima oleh
pimpinan maupun anggota DPRD dipertanggungjawabkan sesuai aturan. Jadi ini
bukan soal besar atau kecilnya angka, tapi soal hak normatif dan tata kelola
keuangan negara yang harus dipenuhi,” papar Yasa.
Diketahui, selain memiliki hak
normatif terkait penghasilan dan fasilitas, anggota DPRD Kota Bandung juga
dibebani kewajiban yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kewajiban
ini menjadi bentuk keseimbangan antara hak yang diterima dan tanggung jawab
sebagai wakil rakyat.
Adapun
kewajiban anggota DPRD meliputi:
1. Memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila.
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta menaati peraturan
perundang-undangan.
3. Mempertahankan dan memelihara
kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Mendahulukan kepentingan negara di
atas kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan.
5. Memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan rakyat.
6. Menaati prinsip demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara.
7. Menaati tata tertib dan kode etik.
8. Menjaga etika serta norma dalam
hubungan kerja dengan lembaga lain.
9. Menyerap dan menghimpun aspirasi
konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala.
10. Menampung dan menindaklanjuti
aspirasi serta pengaduan masyarakat.
11. Memberikan pertanggungjawaban
secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Berdasarkan data yang dihimpun
penulis, kerja-kerja lapangan anggota DPRD jauh melampaui agenda reses
resmi.
Setiap anggota dewan dituntut untuk
memperjuangkan aspirasi ribuan konstituennya di daerah pemilihan
masing-masing.
Artinya, beban kerja nyata yang
dijalankan lebih besar dibandingkan gambaran formal yang sering terlihat di
publik.
Selain itu, penting diketahui bahwa
seluruh penghasilan anggota DPRD dipotong pajak penghasilan (PPh 21).
Di sisi lain, pemerintah daerah
bersama DPRD juga terus melakukan efisiensi, termasuk dalam hal perjalanan
dinas, agar tata kelola anggaran berjalan transparan dan sesuai asas kepatutan.
Dengan demikian, hak yang diterima
anggota DPRD melalui berbagai tunjangan sejatinya diiringi kewajiban yang
berat, mekanisme pertanggungjawaban yang ketat, serta kontribusi nyata dalam
memperjuangkan kepentingan masyarakat. (ziz/red).