Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Dongkrak Pemulihan Ekonomi, HerStory Gelar Webinar Womenpreneur : Pemberdyaan Perempuan Pengusaha UMKM Pasca Pandemi

Kamis, 30 Juni 2022 | 14:39 WIB Last Updated 2022-06-30T07:39:00Z
HerStory gelarWebinar womenpreneur : Pemberdayaan Perempuan
 Pengusaha UMKM pasca Pandecmi (foto:ist).


JAKARTA, Saat ini, Indonesia sedang dalam masa transisi ekonomi pasca pandemi Covid-19. Selama dua tahun, masyarakat Indonesia harus berjuang melawan virus Covid-19 dan merasakan dampak buruknya bagi kehidupan.

Perekonomian Indonesia di tahun 2022 angkanya sudah relatif membaik.  Berdasarkan laporan dari BPS, ekonomi Indonesia di triwulan I 2022 ini terhadap triwulan I 2021 tumbuh sebesar 5.01% dan tercatat pada kwartal 2022, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah berada di atas rata-rata produk domestik bruto di tahun 2019. Angka pertumbuhan ekonomi ini secara umum menunjukkan geliat pemulihan ekonomi berbagai usaha di sektor, tak terkecuali usaha kecil dan menengah atau UMKM.

Sektor UMKM mengalami dampak pandemi Covid-19 yang paling parah. Bank Indonesia juga menyebutkan bahwa sebanyak 87.5% UMKM terdampak pandemi Covid-19 dan dari jumlah tersebut ternyata 93.2% di antaranya terdampak negatif di sisi penjualan. Padahal, mayoritas komposisi sektor UMKM adalah perempuan.

Sementara itu, di sisi lain terdapat pelaku bisnis atau UMKM yang mampu menyelamatkan usaha dari penurunan ekonomi lewat digitalisasi. Lantas, apa yang mampu ditawarkan oleh digital bagi para womenpreneur Indonesia?

Dalam acara webinar yang diadakan oleh HerStoy bertajuk Indonesian Womenpreneurs: Rising Through Business Digitalization in the Post-Pandemic Era, Pemimpin Redaksi HerStory.co.id, Clara Aprilia Sukandar menjelaskan soal gambaran dan data tentang kondisi womenpreneur di Indonesia.

“Menurut penelitian dari The Sasakawa Foundation sepanjang November 2016 hingga Maret 2017 di lingkup Asia Tenggara, persentase womenpreneur di Indonesia terbilang tinggi, yakni sebesar 21% atau sejumlah 16,6 juta, bahkan jumlah ini adalah yang tertinggi.

Namun, dari jumlah persentase yang besar itu, rupanya di Indonesia lebih dari setengahnya merupakan pemilik usaha informal kecil yang notabene-nya dikerjakan sendiri sebagai owner, sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa womenpreneur di Indonesia adalah perempuan-perempuan pemilik usaha kecil informal, yang artinya berbagai usaha yang tidak terdaftar dan tidak berpajak,” terang Clara Aprilia Sukandar pada Selasa (25/6/2022).

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Angela Tanoesoedibjo mengatakan bahwa sejak pandemi Covid-19, penggunaan teknologi semakin meningkat di tengah masyarakat. Hal tersebut dikarenakan adanya pembatasan fisik yang ada pada saat puncak pandemi. Untuk itu, para womenpreneur harus sadar bahwa pengaruh digitalisasi tidak bisa diabaikan, apalagi populasi Indonesia saat ini di atas 50% adalah generasi milenial dan generasi Z yang fasih dengan penggunaan teknologi.

“Jadi, ke depannya nanti teknologi akan menjadi bagian yang sangat penting jika womenpreneur ingin mengembangkan usahanya. Bank Indonesia juga menunjukkan transaksi nilai dagang elektronik pada tahun 2021 meningkat 50.8% dibandingkan tahun 2020. Begitu pula data untuk digital banking dan transaksi uang elektronik, kedua hal itu juga akan meningkat seiring dengan dorongan dari pandemi yang mempercepat perubahan perilaku masyarakat menjadi serba digital,” tutur Angela Tanoesoedibjo.

Destry Anna Sari, Asisten Deputi Konsultasi Bisnis dan Pendampingan Kementerian Koperasi dan UMKM yang turut hadir dalam Webinar HerStory memaparkan soal kondisi pelaku usaha di Indonesia.

Menurut Destry, tidak semua usaha bisa berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Kebanyakan usaha mikro stagnan, bisnis hanya sebagai ‘pelarian’ karena tidak ada pilihan pekerjaan lain. Usaha mikro dan kecil yang melayani masyarakat lokal akan tumbuh dengan sendirinya jika upah dan konsumsi meningkat.

“Jika kita bicara soal entrepreneurship, itu sulit dan bukan untuk semua orang. Jadi, memang tidak semuanya dan kebanyakan usaha mikro ini stagnan karena tidak ada pilihan pekerjaan lain, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya kebanyakan menjadi usaha mikro. Pemerintah berharap ketika semakin banyak usaha kecil dan menengah diharapkan bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan dapat mengurangi jumlah usaha mikro,” kata Destry Anna Sari.

“Negara berkembang tidak mungkin hanya mengandalkan spesialisasi atau economic of scale karena tidak mungkin tumbuh kalau menghasilkan sesuatu yang sama. Dibutuhkan pergeseran usaha berbasis riset, teknologi, dan inovasi. Dibutuhkan juga transformasi wirausaha dari berbasis keterampilan dan produksi menjadi berbasis riset, teknologi, dan inovasi,” sambungnya.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan beberapa prasyarat dasar untuk ekonomi digital yang diperlukan oleh perempuan. Pertama, pemerataan infrastruktur digital, sehingga memudahkan akses jasa keuangan dalam ekonomi digital bagi perempuan. Kedua, literasi digital, sehingga perempuan mampu memanfaatkan teknologi digital dengan baik. Ketiga, pelatihan dan pengembangan keterampilan perempuan dalam kewirausahaan.

Diah Yusuf selaku Chairwoman WIN (Womenpreneur Indonesia Network) menjelaskan lebih lanjut soal womenpreneur. Menurutnya, womenpreneur adalah perempuan yang memikirkan bisnisnya secara enterprise, dia yang memulai bisnisnya sendiri, mampu mengorganisasi bisnisnya, mampu mengombinasikan faktor-faktor dari produksi, tahu apa saja risiko bisnisnya, dan harus bisa menangani bisnisnya saat kondisi ekonomi menurun.

“Kalau kita membicarakan soal gender equality, di mana ini menjadi penting karena setelah dilihat, gender equality ini sangat berkontribusi terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi, produktifitas, dan inovasi,” ujar Diah Yusuf.

Ia juga menyinggung soal hambatan yang akan dihadapi oleh perempuan pelaku UMKM di Indonesia. Ada beberapa hambatan yang akan menjadi tantangan para pelaku usaha perempuan, yaitu tidak adanya dukungan dari keluarga, ketatnya persaingan pasar, kurangnya jumlah pekerja, menajemen waktu, akses permodalan terbatas, dan lainnya.

Di saat yang sama, VP of Business Innovation & Development PT Paragon Technology and Innovation, Alfia Wardah menjelaskan visi perusahaannya, yaitu ingin menjadi perusahaan yang berkomitmen memiliki pengelolaan terbaik dan berkembang terus-menerus dengan bersama-sama menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin melalui produk berkualitas yang memberikan manfaat bagi Paragonian, mitra, masyarakat, dan lingkungan.

“Kalau kita berbicara soal entrepreneur, entrepreneurhip itu intinya adalah bagaimana kita bisa memberikan apa yang dicari atau dibutuhkan oleh customer. Nah, yang kita deliver ini bentuknya adalah value (nilai) atau solusi, bisa berbentuk produk atau servis. Selama itu dibutuhkan oleh konsumen dan terjadilah transaksi. Di situlah ada entrepreneurship,” jelas Alfia Wardah.

Alifia Wardah juga menjelaskan beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjadi seorang womenpreneur. Apa saja? Yuk, simak baik-baik, ya!

·       Membangun network dan belajar: buka wawasan dengan bergabung ke lingkungan yang mendukung seperti komunitas womenpreneur.

·       Pahami kebutuhan konsumen: lihat dan amati lingkungan sekitar yang cocok menjadi target konsumen dan kebutuhannya.

·       Susun rencana bisnis: cari informasi terkait peluang bisnis dan susun rencananya.

·       Manajemen waktu: belajar mengelola waktu sebagai figure wanita yang berperan ganda.

·       Support system: cari dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar.

·       Eksekusi: mulai bergerak dan mengeksekusinya menjadi nyata.

“Perempuan memiliki potensi yang besar, untuk mewujudkannya diperlukan lingkungan yang kondusif dan kolaborasi yang baik dengan supporting system,” kata Nurhayati Subakat, Founder PT Paragon Technology and Innovation.

Agung Nugroho selaku Alfamart Virtual Business Coach, dalam kesempatan yang sama juga menjelaskan bahwa Alfamart kini meluncurkan program Alfamind dengan melibatkan ibu-ibu dan memiliki misi, yaitu ingin menciptakan komunitas yang bisa memberikan dampak positif secara sosial dan ekonomi masyarakat. Selain itu, Alfamart juga ingin membantu masyarakat menjadi entrepreneur atau UMKM melalui jalur pembinaan komunitas dan sosial.

“Di saat teknologi sedang mengalami pertumbuhan yang luar biasa dan konsep womenpreneur ini lagi naik-naiknya, kita bisa berdayakan ibu-ibu untuk mendapatkan penghasilan. Jadi, enggak hanya berbelanja dan mengeluarkan uang, tapi juga bisa mendapatkan pemasukan,” ujar Agung Nugroho.

Lewat webinar ini, dapat disimpulkan bahwa jika womenpreneur UMKM ingin sukses, maka mereka harus bisa melihat dari diri sendiri terlebih dahulu. Mereka harus tahu kalau dirinya itu unik dan memiliki jalan masing-masing untuk mencapai kesuksesan. Selain itu, jangan lupa untuk selalu belajar dan memperluas ilmu pengetahuan serta meningkatkan kemampuan baru yang sesuai dengan era digitalisasi seperti saat ini.

Secara ekosistem, ini sudah bukan zamannya untuk berkompetisi, tapi lebih ke arah kolaborasi. Mulai dari networking, medapatkan mentor yang menginspirasi, serta diharapkan adanya kesempatan untuk akses pasar yang setara bagi UMKM. (*/red).

 

×
Berita Terbaru Update