HerStory gelarWebinar womenpreneur : Pemberdayaan Perempuan Pengusaha UMKM pasca Pandecmi (foto:ist). |
JAKARTA, Saat ini, Indonesia sedang dalam masa transisi ekonomi pasca pandemi Covid-19. Selama dua tahun, masyarakat Indonesia harus berjuang melawan virus Covid-19 dan merasakan dampak buruknya bagi kehidupan.
Perekonomian Indonesia di tahun 2022 angkanya sudah relatif membaik. Berdasarkan laporan dari BPS, ekonomi Indonesia di triwulan I 2022 ini terhadap triwulan I 2021 tumbuh sebesar 5.01% dan tercatat pada kwartal 2022, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah berada di atas rata-rata produk domestik bruto di tahun 2019. Angka pertumbuhan ekonomi ini secara umum menunjukkan geliat pemulihan ekonomi berbagai usaha di sektor, tak terkecuali usaha kecil dan menengah atau UMKM.
Sektor
UMKM mengalami dampak pandemi Covid-19 yang paling parah. Bank Indonesia juga
menyebutkan bahwa sebanyak 87.5% UMKM terdampak pandemi Covid-19 dan dari
jumlah tersebut ternyata 93.2% di antaranya terdampak negatif di sisi
penjualan. Padahal, mayoritas komposisi sektor UMKM adalah perempuan.
Sementara
itu, di sisi lain terdapat pelaku bisnis atau UMKM yang mampu menyelamatkan
usaha dari penurunan ekonomi lewat digitalisasi. Lantas, apa yang mampu
ditawarkan oleh digital bagi para womenpreneur Indonesia?
Dalam
acara webinar yang diadakan oleh HerStoy bertajuk Indonesian
Womenpreneurs: Rising Through Business Digitalization in the Post-Pandemic Era,
Pemimpin Redaksi HerStory.co.id, Clara Aprilia Sukandar menjelaskan soal
gambaran dan data tentang kondisi womenpreneur di Indonesia.
“Menurut
penelitian dari The Sasakawa Foundation sepanjang November 2016 hingga Maret
2017 di lingkup Asia Tenggara, persentase womenpreneur di Indonesia terbilang
tinggi, yakni sebesar 21% atau sejumlah 16,6 juta, bahkan jumlah ini adalah yang
tertinggi.
Namun,
dari jumlah persentase yang besar itu, rupanya di Indonesia lebih dari
setengahnya merupakan pemilik usaha informal kecil yang notabene-nya dikerjakan
sendiri sebagai owner, sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa
womenpreneur di Indonesia adalah perempuan-perempuan pemilik usaha kecil
informal, yang artinya berbagai usaha yang tidak terdaftar dan tidak berpajak,”
terang Clara Aprilia Sukandar pada Selasa (25/6/2022).
Dalam
kesempatan yang sama, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik
Indonesia, Angela Tanoesoedibjo mengatakan bahwa sejak pandemi Covid-19,
penggunaan teknologi semakin meningkat di tengah masyarakat. Hal tersebut
dikarenakan adanya pembatasan fisik yang ada pada saat puncak pandemi. Untuk
itu, para womenpreneur harus sadar bahwa pengaruh digitalisasi tidak
bisa diabaikan, apalagi populasi Indonesia saat ini di atas 50% adalah generasi
milenial dan generasi Z yang fasih dengan penggunaan teknologi.
“Jadi,
ke depannya nanti teknologi akan menjadi bagian yang sangat penting jika
womenpreneur ingin mengembangkan usahanya. Bank Indonesia juga menunjukkan
transaksi nilai dagang elektronik pada tahun 2021 meningkat 50.8% dibandingkan
tahun 2020. Begitu pula data untuk digital banking dan transaksi uang
elektronik, kedua hal itu juga akan meningkat seiring dengan dorongan dari
pandemi yang mempercepat perubahan perilaku masyarakat menjadi serba digital,”
tutur Angela Tanoesoedibjo.
Destry
Anna Sari, Asisten Deputi Konsultasi Bisnis dan Pendampingan Kementerian
Koperasi dan UMKM yang turut hadir dalam Webinar HerStory memaparkan
soal kondisi pelaku usaha di Indonesia.
Menurut
Destry, tidak semua usaha bisa berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.
Kebanyakan usaha mikro stagnan, bisnis hanya sebagai ‘pelarian’ karena tidak
ada pilihan pekerjaan lain. Usaha mikro dan kecil yang melayani masyarakat
lokal akan tumbuh dengan sendirinya jika upah dan konsumsi meningkat.
“Jika
kita bicara soal entrepreneurship, itu sulit dan bukan untuk semua orang.
Jadi, memang tidak semuanya dan kebanyakan usaha mikro ini stagnan karena tidak
ada pilihan pekerjaan lain, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
kebanyakan menjadi usaha mikro. Pemerintah berharap ketika semakin banyak usaha
kecil dan menengah diharapkan bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan dapat
mengurangi jumlah usaha mikro,” kata Destry Anna Sari.
“Negara
berkembang tidak mungkin hanya mengandalkan spesialisasi atau economic of
scale karena tidak mungkin tumbuh kalau menghasilkan sesuatu yang sama.
Dibutuhkan pergeseran usaha berbasis riset, teknologi, dan inovasi. Dibutuhkan
juga transformasi wirausaha dari berbasis keterampilan dan produksi menjadi
berbasis riset, teknologi, dan inovasi,” sambungnya.
Lebih
lanjut, ia juga menjelaskan beberapa prasyarat dasar untuk ekonomi digital yang
diperlukan oleh perempuan. Pertama, pemerataan infrastruktur digital, sehingga
memudahkan akses jasa keuangan dalam ekonomi digital bagi perempuan. Kedua,
literasi digital, sehingga perempuan mampu memanfaatkan teknologi digital
dengan baik. Ketiga, pelatihan dan pengembangan keterampilan perempuan dalam
kewirausahaan.
Diah
Yusuf selaku Chairwoman WIN (Womenpreneur Indonesia Network) menjelaskan lebih
lanjut soal womenpreneur. Menurutnya, womenpreneur adalah perempuan yang
memikirkan bisnisnya secara enterprise, dia yang memulai bisnisnya sendiri,
mampu mengorganisasi bisnisnya, mampu mengombinasikan faktor-faktor dari
produksi, tahu apa saja risiko bisnisnya, dan harus bisa menangani bisnisnya
saat kondisi ekonomi menurun.
“Kalau
kita membicarakan soal gender equality, di mana ini menjadi penting
karena setelah dilihat, gender equality ini sangat berkontribusi terhadap
percepatan pertumbuhan ekonomi, produktifitas, dan inovasi,” ujar Diah Yusuf.
Ia
juga menyinggung soal hambatan yang akan dihadapi oleh perempuan pelaku UMKM di
Indonesia. Ada beberapa hambatan yang akan menjadi tantangan para pelaku usaha
perempuan, yaitu tidak adanya dukungan dari keluarga, ketatnya persaingan
pasar, kurangnya jumlah pekerja, menajemen waktu, akses permodalan terbatas,
dan lainnya.
Di
saat yang sama, VP of Business Innovation & Development PT Paragon
Technology and Innovation, Alfia Wardah menjelaskan visi perusahaannya, yaitu
ingin menjadi perusahaan yang berkomitmen memiliki pengelolaan terbaik dan
berkembang terus-menerus dengan bersama-sama menjadikan hari ini lebih baik
dari hari kemarin melalui produk berkualitas yang memberikan manfaat bagi
Paragonian, mitra, masyarakat, dan lingkungan.
“Kalau
kita berbicara soal entrepreneur, entrepreneurhip itu intinya adalah
bagaimana kita bisa memberikan apa yang dicari atau dibutuhkan oleh customer.
Nah, yang kita deliver ini bentuknya adalah value (nilai) atau
solusi, bisa berbentuk produk atau servis. Selama itu dibutuhkan oleh konsumen
dan terjadilah transaksi. Di situlah ada entrepreneurship,” jelas Alfia Wardah.
Alifia
Wardah juga menjelaskan beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjadi seorang
womenpreneur. Apa saja? Yuk, simak baik-baik, ya!
· Membangun network
dan belajar: buka wawasan dengan bergabung ke lingkungan yang mendukung seperti
komunitas womenpreneur.
· Pahami kebutuhan
konsumen: lihat dan amati lingkungan sekitar yang cocok menjadi target konsumen
dan kebutuhannya.
· Susun rencana bisnis: cari informasi terkait peluang bisnis dan susun rencananya.
· Manajemen waktu:
belajar mengelola waktu sebagai figure wanita yang berperan ganda.
· Support system:
cari dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar.
· Eksekusi: mulai
bergerak dan mengeksekusinya menjadi nyata.
“Perempuan
memiliki potensi yang besar, untuk mewujudkannya diperlukan lingkungan yang
kondusif dan kolaborasi yang baik dengan supporting system,” kata
Nurhayati Subakat, Founder PT Paragon Technology and Innovation.
Agung
Nugroho selaku Alfamart Virtual Business Coach, dalam kesempatan yang
sama juga menjelaskan bahwa Alfamart kini meluncurkan program Alfamind dengan
melibatkan ibu-ibu dan memiliki misi, yaitu ingin menciptakan komunitas yang
bisa memberikan dampak positif secara sosial dan ekonomi masyarakat. Selain itu,
Alfamart juga ingin membantu masyarakat menjadi entrepreneur atau UMKM melalui
jalur pembinaan komunitas dan sosial.
“Di
saat teknologi sedang mengalami pertumbuhan yang luar biasa dan konsep
womenpreneur ini lagi naik-naiknya, kita bisa berdayakan ibu-ibu untuk
mendapatkan penghasilan. Jadi, enggak hanya berbelanja dan mengeluarkan uang,
tapi juga bisa mendapatkan pemasukan,” ujar Agung Nugroho.
Lewat
webinar ini, dapat disimpulkan bahwa jika womenpreneur UMKM ingin
sukses, maka mereka harus bisa melihat dari diri sendiri terlebih dahulu.
Mereka harus tahu kalau dirinya itu unik dan memiliki jalan masing-masing untuk
mencapai kesuksesan. Selain itu, jangan lupa untuk selalu belajar dan
memperluas ilmu pengetahuan serta meningkatkan kemampuan baru yang sesuai
dengan era digitalisasi seperti saat ini.
Secara
ekosistem, ini sudah bukan zamannya untuk berkompetisi, tapi lebih ke arah
kolaborasi. Mulai dari networking, medapatkan mentor yang menginspirasi,
serta diharapkan adanya kesempatan untuk akses pasar yang setara bagi UMKM.
(*/red).