Anggota Komisi II DPRD Jabar, H. Syamsul Bachri, SH, MBA dari Fraksi PDIP |
Cukup tingginya produksi pangan yang
dihasilkan oleh Jabar, baik berupa padi, jagung dan kedele. Sehingga beberapa tahun terakhir ini provinsi Jabar sudah
tidak menginpor beras dari luar negeri,
bahkan menjadi daerah pensuplay kebutuhan pangan nasional.
Selama pandemic covid-19 melanda
dunia termasuk juga Indonesia,
Alhamdulillah Indonesia tidak
mengalami krisis pangan.
Walaupun seluruh sector kehidupan
terguncang akibat dampak covid-19.
Ditengah dunia sedang melanda pandemi covid-19, para petani Jabar tetap
melakukan produksi, walaupun dalam pendistribusian hasil pertanian
tersendat, karena banyak pelaku UMKM dan
kuliner mengalami penurunan permintaan konsumen.
Akibat turunnya permintaan, tentunya
over supplay , sehingga beberapa harga komoditas pertanian mangalami penurunan
harga bahkan anjlok. Dan agar para petani tidak merugi maka dilakukan
pengurangan produksi, kata Syamsul saat dimintai tanggapan terkait ketersediaan
pangan di Jabar, Jum’at (18/11/2022).
Ketersediaan stock produksi pertanian tentunya menjadi modal bagi
bangsa Indonesia dalam mengatasi ketahanan pangan. Jadi disinilah pentingnya membuat ketersediaan pangan lokal.
Sebagai daerah pensuplay ketersediaan bahan pangan bagi Indonesia, terutama bahan pangan lokal
secara langsung memberikan sumbangsih untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah
dinamika global.
“Kita di Komisi II DPRD Jabar, terus
mendukung program inovasi guna menjaga dan memenuhi kebutuhan dan ketahanan
pangan. Bahkan kita mendorong agar
sector pertanian untuk dapat
meningkatkan produksinya, sehingga kita dapat mewujudkan pangan yang
berdaulat”, kata Politisi PDIP Jabar ini.
Anggota Legislator jabar dari Dapil
Jabar XII (Kabupaten /kota Cirebon dan Kab Indramayu) ini menambahkan,
ketahanan pangan bukan hanya menjadi prioritas tapi juga menjadi target
kesejahteraan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah dinyakini
mampu merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan penguatan ketahanan pangan
nasional.
Dijelaskan Syamsul, bahwa dari sisi
pembiayaan, ada program pemerintah pusat yang disiapkan untuk bisa diserap oleh
masyarakat. Yaitu program Pemprov dan Pemkab/Pemkot yang menyediakan bantuan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dapat diakses oleh pelaku sektor pertanian
dengan bunga yang sangat kecil yaitu hanya 3 persen yang digulirkan hingga
akhir tahun 2022.
Selain itu, dalam memperkuat
Cadangan Beras Pemerintah (CBP), telah diterbitkan kebijakan pembelian gabah
atau beras petani oleh Perum BULOG hingga stok CBP mencapai 1,2 juta ton setara
beras. Penugasan ini ditujukan untuk memperluas kapasitas Perum BULOG dalam
menyerap produksi petani pada musim panen tahun 2022, sekaligus mencegah jatuhnya harga
di tingkat petani.
Pemerintah juga melakukan
diversifikasi pangan lokal dengan meningkatkan produksi jagung, sorgum, sagu,
dan singkong melalui perluasan lahan dan pembukaan area baru dalam rangka
peningkatan produksi sebagai alternatif bahan pangan impor.
Selanjutnya terkait ketersediaan
pupuk bersubsidi, Pemerintah telah melakukan reformasi kebijakan pupuk
bersubsidi dengan membatasi penyaluran pupuk bersubsidi untuk sembilan
komoditas utama yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih,
tebu, kopi, dan kakao dengan jenis pupuk yang disalurkan adalah pupuk urea dan
NPK.
Sebagai informasi, bahwa dalam
menjaga ketahanan pangan, pemerintah
juga mengembangkan berbagai kawasan sentra mandiri pangan berbasis korporasi
petani untuk meningkatkan efisiensi dan skala ekonomi produksi pertanian
melalui Program Food Estate di beberapa wilayah serta Program Closed Loop yang
telah dikembangkan di Jawa barat di Sukabumi dan Garut. (AdiP/husein).