![]() |
Tekan tombol bersama pembukaan Simposium Bandung City di ITB |
Acara ini menjadi ajang strategis
untuk memperkuat kolaborasi antar kota dalam menghadapi tantangan global,
membangun kota yang inklusif, tangguh, serta berdaya saing di era modern.
Simposium ini diselenggarakan sebagai
bagian dari Asia Africa City Network (AACN) dan berlangsung di Bandung, kota
bersejarah yang menjadi tempat lahirnya semangat solidaritas Asia-Afrika pada
Konferensi 1955.
Farhan menyampaikan, pertemuan ini
bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi memperbarui komitmen terhadap kerja
sama konkret di bidang pembangunan perkotaan.
“Kita hadir di sini bukan hanya untuk
bernostalgia, tetapi untuk membangun ekosistem kota yang ramah bagi warganya,
tangguh menghadapi perubahan, dan mampu bersaing di kancah internasional,” ujar
Farhan dalam pidato pembukaan di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB),
Jalan Ganesha Kota Bandung, Senin, 19 Mei 2025.
Simposium ini berfungsi sebagai
platform pertukaran ide, pengalaman, dan praktik terbaik antar kota, khususnya
dalam tiga isu strategis: city branding, city networking, dan city resilience.
Menurut Farhan, city branding bukan
lagi sekadar alat promosi, melainkan representasi dari nilai, identitas, dan
visi masa depan suatu kota.
“Kita ingin kota-kota dalam jaringan
Asia-Afrika saling belajar dan mendukung, baik dalam promosi budaya hingga
menghadapi tantangan iklim,” tambahnya.
Dalam forum ini, berbagai sesi diskusi
menyoroti isu-isu penting seperti pengembangan pusat keunggulan budaya,
strategi kota menghadapi perubahan iklim, penguatan UMKM, serta peningkatan
kapasitas tenaga kerja lokal.
Farhan juga menyinggung potret
kekuatan dan kelemahan Kota Bandung berdasarkan Indeks Daya Saing Daerah (IDSD)
2024.
Bandung mencatat skor tinggi dalam
adopsi teknologi informasi (5,00) dan inovasi (4,25), namun masih menghadapi
tantangan dalam sistem keuangan (3,92), pasar tenaga kerja (3,72), dan dinamika
bisnis (3,44).
“Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa
meski kami punya kekuatan, tetapi inklusi ekonomi dan pertumbuhan usaha daerah
masih butuh perhatian bersama,” jelasnya.
Menurut Farhan, kota-kota berkembang
seperti Bandung membutuhkan kerja sama lintas negara dan lintas sektor untuk
mengatasi hambatan struktural menuju pembangunan yang berkeadilan.
Kota
Sebagai Pusat Peradaban Masa Depan
Menurut Farhan, Bandung City Networking
adalah bentuk nyata dari upaya membangun solidaritas antar kota sebagai
strategi bertahan dan berkembang di tengah krisis global.
“Solidaritas bukan hanya pilihan
moral, tapi kebutuhan kolektif,” tegasnya.
Ia juga mengajak kota-kota anggota
jaringan Asia-Afrika untuk tidak berhenti pada forum ini, tetapi melanjutkannya
dalam bentuk aksi nyata, program lintas kota, dan dukungan terhadap inovasi
berkelanjutan.
Peran kaum muda juga menjadi sorotan,
di mana Farhan mengajak seluruh kota untuk melibatkan generasi muda dalam
pembangunan kota yang strategis.
Sebagai kota yang memiliki warisan
sejarah dari Konferensi Asia-Afrika, Bandung menegaskan kembali posisinya
sebagai pusat dialog dan kolaborasi antarbangsa.
“Kami ingin Bandung menjadi model
peradaban masa depan yang kolaboratif, inklusif, dan berkelanjutan,” ujar
Farhan.
Menutup sambutannya, Wali Kota
menyampaikan terima kasih kepada para peserta, mitra internasional, akademisi,
komunitas, dan mahasiswa yang turut menyukseskan acara ini.
Ia berharap Simposium Bandung City
Networking menghasilkan jejaring baru, ide-ide segar, dan kerja sama
berkelanjutan yang mampu membawa perubahan nyata bagi kota-kota di Asia dan
Afrika. (ziz/red).