![]() |
Simulasi penanggulangan kebakaran |
Iqbal mengapresiasi kinerja tim
pemadam kebakaran yang dinilai sigap dan responsif dalam menangani kejadian
kebakaran.
Ia mencontohkan pengalaman pribadinya
saat terjadi kebakaran di kawasan Antapani beberapa waktu lalu.
“Waktu itu kebakaran terjadi di sebuah
ruko, dan dalam waktu kurang dari lima menit mobil pemadam sudah tiba di
lokasi. Ini menunjukkan respons yang luar biasa. Mereka adalah pahlawan tanpa
tanda jasa,” ujar Iqbal.
Namun demikian, ia menyoroti persoalan
infrastruktur yang masih menjadi tantangan, terutama terkait akses jalan yang
sempit di sejumlah wilayah Kota Bandung.
“Armada yang dimiliki Disdamkarmat
sudah cukup memadai. Tapi, ketika dihadapkan dengan kondisi jalan yang sempit
dan padat, kecepatan mobilitas menuju lokasi kebakaran menjadi terkendala. Ini
harus menjadi perhatian serius kami di Komisi III,” imbuhnya.
Tak hanya soal armada, Iqbal juga
menekankan pentingnya penyediaan hidran dan akses air bersih di kawasan rawan
kebakaran, seperti di wilayah Bukit Batu yang memiliki tujuh titik hidran.
“Kami mendorong agar aspek proteksi
kebakaran menjadi bagian dari perencanaan infrastruktur dasar,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemadaman
dan Penyelamatan Disdamkarmat Kota Bandung, M. Yusuf Hidayat memaparkan, fungsi
Disdamkarmat saat ini bukan hanya untuk pemadaman, tetapi juga mencakup
penyelamatan, pencegahan, dan pemberdayaan masyarakat.
“Sekarang kami sudah menjadi Dinas
Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan. Artinya, selain pemadaman, kami juga
bertanggung jawab terhadap penyelamatan, mitigasi, dan edukasi kebakaran kepada
masyarakat,” jelas Yusuf.
Ia menyampaikan, hingga pertengahan
tahun 2025, tercatat 113 kejadian kebakaran di Kota Bandung, dengan tren
peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Penyebab utama kebakaran umumnya
berasal dari korsleting listrik dan perilaku lalai masyarakat, seperti
penggunaan terminal listrik berlebihan atau membakar sampah sembarangan.
![]() |
Simulasi penanggulangan kebakaran |
“Sebetulnya 90% kebakaran terjadi
karena kelalaian manusia. Kami fokus pada edukasi, pelatihan, dan simulasi agar
masyarakat tahu bagaimana mencegah dan menangani api di awal kejadian,”
ungkapnya.
Yusuf menuturkan, pendekatan berbasis
kawasan merupakan hal penting, karena objek kebakaran bisa berada di berbagai
lingkungan—baik permukiman, fasilitas umum, hingga kendaraan di area padat
penduduk.
Oleh sebab itu, strategi penanganan
pun disesuaikan, dengan melibatkan stakeholder lokal, termasuk edukasi
masyarakat mengenai penggunaan alat pemadam api ringan (APAR), karung basah,
dan sistem proteksi gedung.
Ia juga menanggapi kebutuhan armada
khusus untuk menjangkau gedung-gedung tinggi, serta pentingnya regulasi teknis
seperti pemasangan sprinkler dan sistem proteksi kebakaran pada
bangunan-bangunan komersial.
Kita juga terus menjalin koordinasi
dengan BPBD karena penanggulangan kebakaran termasuk dalam urusan wajib
pelayanan dasar yang diatur melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM),” pungkas
Yusuf. (*/red).