Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Ratusan Siswa Diduga Keracunan Usai Santap Makan Bergizi Gratis, DPRD Jabar Desak Evaluasi Menyeluruh

Kamis, 25 September 2025 | 01:01 WIB Last Updated 2025-09-24T18:01:58Z
Klik
Siswa korbang santap MBG ( foto:dok.antara)



BANDUNGBARAT, Faktabandungraya.com, --- Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digadang-gadang sebagai program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo, kini tengah menjadi sorotan tajam.

Alih-alih meningkatkan gizi anak-anak sekolah, program ini justru diduga menjadi penyebab ratusan siswa mengalami keracunan massal di berbagai daerah di Jawa Barat, termasuk yang terbaru di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat.

Peristiwa ini langsung memantik perhatian banyak pihak. Ratusan siswa dari berbagai jenjang pendidikan — mulai dari PAUD, SD, SMP, hingga SMA/SMK — dilaporkan mengalami gejala keracunan seperti muntah-muntah, pusing, dan mual usai menyantap makanan yang disediakan dalam program MBG. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat pun bergerak cepat dengan menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) demi mempercepat penanganan kasus.

Anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi PDI Perjuangan, H. Memo Hermawan, menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian ini. Ia mendesak pemerintah untuk segera menghentikan sementara pelaksanaan program MBG di wilayah terdampak dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan dan pengawasan program tersebut.

“Musibah ini sangat memprihatinkan. Program yang seharusnya menyehatkan justru membahayakan. Maka dari itu, saya meminta agar pelaksanaannya dihentikan dulu dan dievaluasi secara menyeluruh. Jangan sampai kejadian serupa terulang,” tegas Memo Hermawan, saat ditemui di Gedung DPRD Jabar, Rabu (24/9/2025).

Tujuan Mulia yang Ternoda

Program MBG sejatinya dirancang untuk menjawab tantangan pemenuhan gizi bagi kelompok rentan, termasuk anak sekolah, ibu hamil, dan balita, dalam rangka menurunkan angka stunting dan malnutrisi. Lebih dari itu, MBG juga diharapkan mampu memberdayakan UMKM lokal, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi beban ekonomi keluarga.

Namun, pelaksanaan di lapangan justru jauh dari harapan. Kasus-kasus keracunan yang berulang kali terjadi menjadi bukti bahwa ada masalah serius dalam rantai produksi dan distribusi makanan MBG. Dugaan awal mengarah pada buruknya pengawasan terhadap kualitas bahan baku, higienitas dapur, dan proses penyajian.

Usulan Investigasi Independen

Orang tua siswa sedih dan prihatin melihat kondisi anaknya korban MBG (foto;ist)

 

Memo Hermawan, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi I DPRD Jabar, mendorong dibentuknya tim investigasi independen. Menurutnya, data di lapangan harus diperoleh secara langsung dari masyarakat, bukan hanya berdasarkan laporan administratif dari pihak pelaksana.

“Perlu ada tim investigasi independen yang turun langsung ke lokasi. Cek kondisi dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), cek bahan bakunya, sistem distribusinya. Jika ditemukan kelalaian, maka SPPG bersangkutan harus ditutup dan kontraknya dihentikan oleh Badan Gizi Nasional (BGN),” tegasnya.

Kritik Publik dan Kekhawatiran Orang Tua

Tak hanya kalangan legislatif, kritikan juga datang dari masyarakat sipil. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa tata kelola program MBG sangat buruk dan minim pengawasan. Hal ini dinilai membuka celah terjadinya penyimpangan dan membahayakan masyarakat, khususnya anak-anak sekolah.

Kekhawatiran juga merebak di kalangan orang tua siswa. Banyak di antara mereka yang mengaku cemas dan memutuskan untuk melarang anak-anaknya mengonsumsi makanan dari program MBG, setidaknya hingga situasi benar-benar aman dan jelas.

Menanti Tindakan Tegas Pemerintah

Kasus keracunan massal akibat MBG menjadi ujian besar bagi pemerintah daerah maupun pusat. Di satu sisi, program ini punya misi strategis untuk menyehatkan dan mencerdaskan generasi bangsa. Namun di sisi lain, implementasi yang lemah justru berpotensi merusak kepercayaan publik dan membahayakan nyawa anak-anak.

Kini, semua mata tertuju pada langkah konkret pemerintah: apakah akan ada perbaikan sistem, atau hanya sekadar pernyataan normatif tanpa tindak lanjut? Satu hal yang pasti, keselamatan dan kesehatan anak-anak harus menjadi prioritas utama. Jangan sampai cita-cita mencetak Generasi Emas 2045 justru dirusak oleh program yang gagal dikelola dengan baik. (dbs/sein).

 

×
Berita Terbaru Update