![]() |
Pantai Santolo Garut sepi pengunjung (foto:ist) |
GARUT, Faktabandungaraya.com,--- Sektor pariwisata di
Kabupaten Garut mengalami tekanan hebat sejak diberlakukannya Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penghematan Anggaran, ditambah
kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang kegiatan study tour.
Kedua kebijakan tersebut dinilai berdampak langsung terhadap menurunnya
kunjungan wisatawan ke daerah yang dikenal sebagai Swiss van Java ini.
Hal ini disampaikan oleh Anggota
DPRD Jawa Barat dari Daerah Pemilihan Garut, H. Memo Hermawan, usai melakukan
kegiatan pengawasan pemerintahan di wilayah Garut. Menurutnya, keluhan datang
dari berbagai pelaku industri pariwisata, termasuk yang tergabung dalam
Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Garut serta Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Garut.
“Banyak kegiatan instansi
pemerintah yang sebelumnya direncanakan digelar di Garut akhirnya dibatalkan
karena kebijakan efisiensi anggaran. Di sisi lain, larangan study tour membuat
sekolah-sekolah dari luar Garut tidak lagi mengunjungi destinasi wisata
edukatif di daerah ini,” ujar Memo, Sabtu (18/10/2025).
Memo menjelaskan, dampak kebijakan
tersebut begitu terasa di lapangan. Tidak hanya hotel dan restoran yang merugi,
tetapi juga pelaku UMKM lokal yang bergantung pada wisatawan untuk menjual
produk oleh-oleh khas Garut seperti dodol, kerajinan kulit, dan souvenir
lainnya.
“Banyak pengusaha hotel, rumah makan, dan toko oleh-oleh yang kini terpukul. Beberapa bahkan terpaksa gulung tikar karena tak sanggup menanggung beban operasional,” kata mantan Bupati Garut periode 2004–2009 itu.
Anggota DPRD Jabar H. Memo Hermawan dari FPDIP (foto:ist).
Padahal, Garut memiliki beragam
destinasi wisata edukatif yang bisa menjadi tujuan study tour, mulai dari
museum, situs sejarah, wisata alam hingga wisata kuliner. Namun, dengan adanya
pembatasan dari pemerintah, potensi tersebut belum bisa dimaksimalkan kembali.
Sebagai solusi, Memo mendorong agar
Pemerintah Kabupaten Garut bersama pelaku usaha pariwisata dan asosiasi terkait
tidak hanya berpangku tangan. Ia menyarankan agar kolaborasi lintas sektor
segera dilakukan, misalnya dengan mengembangkan konsep sport tourism, wisata
edukatif lokal, dan penyelenggaraan event-event pariwisata kreatif.
“Kita harus bergerak mencari
terobosan. Pemerintah daerah dan pelaku pariwisata perlu duduk bersama
menciptakan program strategis yang dapat menarik kunjungan, meskipun di tengah
keterbatasan anggaran dan pembatasan kebijakan,” pungkasnya. (sein).