Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Yosa Octora : Raperda Penyelenggaraan Perkebunan Bukan “Liveshing” Harus Jadi Payung Hukum

Rabu, 17 Juni 2020 | 23:53 WIB Last Updated 2020-06-17T16:54:21Z
Yosa Octora Santono, S.Si, MM
Ketua Pansus VIII DPRD Jabar
BANDUNG, Faktabandungraya.com,--- Ketua Panitia Khusus (Pansus) VIII DPRD Jawa Barat, Yosa Octora Santono, S.Si, MM mengatakan, Pansus VIII DPRD Jabar yang sedang membahas dan menyusun rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Perkebunan berharap agar Perda yang akan dihasilkan tidak hanya sebagai Liveshing, pencitraan Gubernur atau berbicara program pro-rakyat.

Tidak ingin Raperda Penyelenggaran Perkebunan hanya sebagai Liveshing atau pencitraan Gubernur, namun harus menjadi payung hukum untuk sektor perkebunan. Maka Pansus VIII akan cukup ketat dalam menuangkannya dalam Pasal-per pasal sampai ayat per ayat, harus jelas dituangkan dalam Raperda ini.

Untuk itu, lahirnya Perda Penyelenggaraan Perkebunan ini, tidak ada yang merasa diuntungkan dan dirugikan. Maka harus ada kompromi antara BUMN Perhutani, Dirjen Perkebunan, Provinsi dan Kabupaten jangan sampai jalan sendiri-sendiri tetapi saling memahami dan saling mengisi kekosongan. Sehingga, jelas yang mana bisa dijangkau oleh Provinsi, Kabupaten, BUMN dan Dirjen Perkebunan.

Demikian dikatakan Ketua Pansus VIII Yosa Octora Santono saat ditemui faktabandungraya.com diruang kerja Fraksi Partai Demokrat DPRD Jabar, Selasa (16/6-2020).

Dikatakan, karena isi Perda harus jelas, untuk itu Raperda yang disusun oleh Pansus VIII bersama ekskutif, melakukan serangkaian masukan dari berbagai pihak, tidak hanya dari OPT terkait (Dinas Perkebunan Perkebunan ini) tetapi dari berbagai stakeholder terutama para pemangku kepentingan, pelaku usaha dan masyarakat perkebunan.

Guna mencari masukan, informasi dan mengakomudir aspirasi pemangku kepentingan, Pansus VIII telah melakukan serangkan kunjungan kerja. Diantara, perkebunan teh di gambung kebon pasir sarong kab.Cianjur, ke perkebunan Kopi Prianger di Pengalengan Kab Bandung, ke Pabrik Gula Rajawali II Tersana Baru di Cirebon.

Semua informasi, masukan dan aspirasi dari tempat yang Pansus VIII kunjungi, kita catat dan akan kaji atau disaring, mana mana yang dapat dituangkan dalam Raperda dan mana yang tidak, ujar Yosa Octora.

Dari beberapa titik yang kunjungi Pansus VIII, cukup banyak informasi yang didapat, dan juga banyak temuan, ternyata banyak stakeholder yang berkepentingan dalam hal ini, contohnya. Tebu dan Teh banyak dikuasai oleh PTPN, termasuk Pabrik Gula (PG) terkait dengan industri hulu dan hilir, sehingga terjadi tumpang tindih. Bahkan Kopi juga sekarang banyak dikuasai PTPN.

Untuk itu, Kita sich ingin ada kejelasan, mana kepentingan BUMN, Dirjen Perkebunan, Provinsi dan mana kepentingan perkebunan rakyat ( Kopi, Teh, Kelapa Dalam dan Tebu), ujarnya.

Adapun terkait tujuan eksekutif mengusulkan Raperda Peneyelenggaraan Perkebunan, kita melihat pak Gubernur berharap ada akselerasi dan memiliki produk unggulan yang mencarikan khas Jawa Barat.

Terus terang, sampai saat ini, Jabar belum memiliki produk yang mencirikan khas Jabar untuk di ekspor ke berbagai negara. Contoh : Kopi di ekspor ke Australi, Teh ke Maroko, Tebu untuk kebutuhan pemenuhan kebutuhan Gula, Kelapa Dalam ( Sabut Kelapa-red) ke Jepang atau negara-negara perakit mobil dan pelapis-pelapis kursi, ujar politisi Partai Demokrat ini.

Namun ketika ditanya, seberapa luas lahan perkebunan yang dimiliki Pemprov Jabar,. Yosa Octora mengatakan, Pansus VIII telah mengundang Biro Asset Setda Jabar, hasil sedikit, dari ribuan hektar yang tercatat dan sudah disertifikasi hanya seluas 220 lebih Hektar.

Permasalahan di pemprov Jabar adalah masalah asset , karena sampai kini aset pemprov yang lengkap didukung dengan legalistas / sudah di sertifikasi itu yang mana aja ?. Database itu sampai kini belum ada, tegasnya. (husein).
×
Berita Terbaru Update