Pedagang Ayam Potong di Bandung mengluh menurunnya omset dampak kenaikan harga jual (foto:ist). |
Walaupun terjadi lonjakan harga daging
ayam di pasaran, tetapi tidak dinikmati oleh Peternak Ayam bahkan mereka tetap
saja merugi. Hal ini karena melonjaknya biaya produksi
daging ayam, harga pakan melonjak, ditambah lagi biaya transportasi. Sehingga berdampak terhadap harga jual
ditingkat konsumen.
“ Mahalnya daging ayam di hilir sampai
ke tangan konsumen, tentunya juga berdampak negative bagi penjual ayam potong
di pasar-pasar karena omsetnya berkurang. Masyarakat berkurang membeli daging
ayam”, kata Herry Dermawan yang juga Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam
Nasional (GOPAN) di Indonesia Ir. Herry Dermawan kepada Faktabandungraya.com saat
ditemui di gedung DPRD Jabar, Kamis, (6/7/2023).
Menurut Herry Dermawan, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional
(Perbadan) No 5/2022 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan
Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Komoditas Jagung, Telur Ayam Ras, dan
Daging Ayam Ras, batas bawah (BB) dan batas atas (BA) harga acuan pembelian di
produsen untuk daging ayam ras (livebird/LB) masing-masing Rp 21 ribu per
kilogram (kg) dan Rp 23 ribu per kg, harga acuan penjualan di konsumen untuk
daging ayam ras (karkas) Rp 36.750 per kg.
Untuk itu, pihaknya sangat mendukung
agar Perbadan No 5/2022 untuk dikaji ulang. Hal ini mengingat saat ini , biaya
produksi DOC ayam ras telah mencapai Rp 6.784 per ekor. Untuk itu, besaran BB dan BA dari DOC perlu dinaikkan
masing-masing menjadi Rp 6.000 per ekor dan Rp 7.500 per ekor. Dampaknya, biaya
produksi LB saat ini telah mencapai Rp 22 ribu per kg, sehingga BB dan BA untuk
LB diusulkan naik masing-masing menjadi Rp 23 ribu per kg dan Rp 25 ribu per
kg.
Selanjutnya, biaya produksi karkas di
rumah potong hewan unggas (RPHU) kini telah mencapai Rp 38 ribu per kg dan di
pedagang Rp 42.900 per kg sehingga BB dan BA untuk karkas masing-masing perlu
direvisi naik menjadi Rp 34.400 per kg dan Rp 40.800 per kg.
Melonjaknya biaya produksi daging ayam
ras itu salah satunya karena efek kenaikan harga jagung untuk pakan.
Produsen LB misalnya, harus membeli
pakan Rp 8.800 per kg, komposisinya jagung (50%) dan SBM impor (25%). Karena
itu, ke depan, perlu direalisasikan adanya cadangan jagung pemerintah (CJP)
seperti halnya cadangan beras pemerintah (CBP) untuk melakukan intervensi
ketika sewaktu-waktu harga jagung di peternak melonjak, pinta politisi PAN
Jabar ini.
Di sisi lain, perlu distribusi jagung
dari wilayah surplus (sentra produksi) ke wilayah defisit (sentra peternakan)
untuk menekan harga. Nasrullah menjelaskan, meski harga di hulu meningkat yang
bisa jadi mengerek harga di hilir, kenaikan harga daging ayam ras di produsen
tidak sebesar kenaikan di tingkat konsumen. Bahkan, peternak sekian lama merugi
karena harga yang diperoleh di bawah harga BB dan baru saat ini mereka sedikit
menarik nafas, tandasnya. (Adip/sein).